Yesus Berjalan Bersama Kaum Muda

Agustinus Sarkol

Mahasiswa STFT Fajar Timur


Sambil mendengarkan SABDA ALLAH dengan hikmat dan mewartakannya penuh kepercayaan, konsili suci mematuhi amanat Santo Yohanes, “ Kami mewartakan kepadamu hidup kekal, yang ada pada Bapa dan telah tampak kepada kami: Yang kami lihat dan kami dengar, itulah yang kami wartakan kepadamu supaya kamu pun beroleh persekutuan bersama kita bersama Bapa dan Putera-Nya Yesus Kristus” (1 Yohanes 1:2-3,  dalam DV 1).
Gereja Indonesia memperingati bulan September secara khusus bagi sabda Allah. Kristus sekali lagi mengajak kita semua untuk hadir dan turut ambil bagian dalam permenungan, refleksi serta buah pewartaan sabda Tuhan. Judul di atas saya ambil sambil merujuk pada tema besar BKSN 2021 “Yesus Sahabat Seperjalanan kita,” yang mana saya perkecil pada tatanan kaum muda.
Tulisan ini adalah sebuah refleksi yang mungkin bisa ditambahkan pada hari-hari mendatang. Dalam tulisan ini, saya fungsikan beberapa dokumen Gereja sebagai sumber rujukan, yang turut memperkaya. Semoga dalam tulisan ini, kaum muda mampu menemukan kata-kata Yesus “ “Tenanglah! Aku ini, jangan takut!” (lih. Mat 14:27). Dan juga semoga dalam masa pandemi ini, kaum muda mampu menemukan suatu mutiara terdalam dengan semangat Duc In Altum. Alangkah manisnya juga jika kaum muda semakin sadar bahwa untuk menuju ke tempat yang lebih dalam perlu melewati penerimaan. Baik penerimaan akan diri sendiri, tetapi juga meneima Yesus sebagai sahabat seperjalanan.
Permenungan
Di masa ketika orang muda kurang diperhitungkan, beberapa teks menunjukkan bahwa Allah memandang dengan cara berbeda. Sebagai contoh, kita lihat bahwa Yusuf adalah yang paling kecil dalam keluarga (bdk. Kej 37:2-3). Namun Allah menunjukkan kepadanya hal-hal besar dalam mimpi dan dia mengungguli saudara-saudaranya yang lain dalam tugas-tugas penting ketika berumur kira-kira 20 tahun (bdk. Kej 37-47,  dalam  CV 6).
Yesus, yang senantiasa muda, ingin memberi kita hati yang selalu muda. Sabda Tuhan meminta kita: “Buanglah ragi yang lama itu, supaya kamu menjadi adonan yang baru” (1Kor 5:7). Sekaligus, Ia mengundang kita untuk menanggalkan “pribadi yang tua” untuk mengenakan pribadi yang “baru” (bdk. Kol 3:9-10). Dan ketika Dia menjelaskan apa arti mengenakan kembali kemudaan “yang diperbarui” (ayat 10), Dia mengatakan bahwa hal itu berarti untuk memiliki “belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemah-lembutan dan kesabaran. Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain” (Kol 3:12-13). Hal ini berarti bahwa kemudaan sejati adalah memiliki hati yang mampu mengasihi. Sebaliknya, membuat jiwa menjadi tua adalah segala sesuatu yang memisahkan kita dari orang lain. Inilah sebabnya disimpulkan: “Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan” (Kol  3:14 dalam  CV 13).
Sedangkan Persahabatan sangatlah penting karena Yesus sendiri menghadirkan diri-Nya sebagai seorang sahabat: “Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, tetapi Aku menyebut kamu sahabat” (Yoh 15:15). Dengan rahmat yang Dia berikan kepada kita, kita diangkat sedemikian rupa sehingga kita benar-benar menjadi sahabat-Nya. Dengan kasih yang sama yang dicurahkan-Nya kepada kita, kita dapat mencintai-Nya dan membagikan kasih-Nya kepada orang lain dengan harapan bahwa mereka juga dapat menemukan tempat mereka dalam sebuah komunitas persahabatan yang dibangun oleh Yesus Kristus. Dan meskipun Dia telah sepenuhnya bahagia karena kebangkitan, mungkinlah kita untuk bermurah hati bersama Dia, dengan membantu-Nya membangun Kerajaan-Nya di dunia ini, menjadi alat-Nya untuk membawa pesan, terang-Nya dan terutama kasih-Nya kepada sesama (bdk. Yoh 15:16). Murid-murid telahmendengarkan panggilan persahabatan dari Yesus. Ini adalah sebuah undangan yang tidak memaksa mereka, tetapi diajukan secara lembut kepada kebebasan mereka: “Marilah dan kamu akan melihatnya”, kata Yesus kepada mereka, dan mereka “datang dan melihat di mana Ia tinggal, dan hari itu mereka tinggal bersamasama dengan Dia” (Yoh 1:39). Setelah perjumpaan yang akrab dan tidak diduga itu, mereka meninggalkan segalanya dan pergi mengikuti-Nya ( lih. CV 153).
 
Menuju suatu Lingkup Tanggapan Manusia
 “Pada hari itu juga dua orang dari murid-murid Yesus pergi ke sebuah kampung bernama Emaus, yang terletak kira-kira tujuh puluh mil jauhnya dari Yerusalem, dan mereka bercakap-cakap tentang segala sesuatu yang telah terjadi. Ketika mereka sedang bercakap-cakap dan bertukar pikiran, datanglah Yesus sendiri mendekati mereka, lalu berjalan bersama-sama dengan mereka” (Luk 24:1-15).
Dalam perikop ini, penulis Injil menangkap kebutuhan dari kedua pejalan kaki untuk mencari makna dari peristiwa yang mereka alami. Sikap Yesus berjalan bersama-sama ini digarisbawahi. Yesus yang bangkit ingin berjalan bersama setiap orang muda, menerima ekspektasi-ekspektasi mereka, meskipun kadang mengecewakan, memahami harapan-harapan mereka meski tidak sesuai sekali pun. Yesus berjalan, mendengarkan, dan berbagi (lih. Orang Muda, Iman, dan Penegasan Panggilan, art. 5).
Orang muda itu kadang diimplementasikan sebagai sosok yang tidak mau mendengarkan. Tetapi dibalik itu, harus ada kesadaran dari mereka kaum dewasa bahwa kaum muda itu suka jika harapan mereka didengarkan. Mereka dipanggil untuk terus membuat pilihan-pilihan yang mengarahkan hidup mereka, mengungkapkan keinginan mereka untuk didengarkan, diakui dan didampingi, khususnya terhadap mereka yang paling miskin  dan yang mengalami eksploitasi, selain itu juga kurangnya orang-orang dewasa yang bersedia dan mampu mendengarkan mereka (lih. Orang Muda, Iman, dan Penegasan Panggilan, art. 7).    
Kebutuhan Mendengarkan dan Didengarkan
Apa pentingnya sikap mendengarkan? Sikap mendengarkan sendiri memungkinkan pertukaran karunia dalam konteks empati. Hal itu memungkinkan kaum muda untuk memberikan kontribusi kepada komunitas (Art. 8). Hal ini kita akui saja sebab kaum muda itu memiliki banyak ide. Namun kadang ide-ide gemilang itu tidak direspon baik oleh komunitas masyarakat dimana kaum muda ini berasal. Hal ini akan menjadi kontradiksi antara kepercayaan dan kesungguhan hati untuk saling menghargai antar sesama.
 
Gereja dalam hal ini, perlu membeberkan makna dan peran moril bagi kaum muda dalam hal “ jalan, kebenaran dan hidup (Yoh 14:6). Maka itu, yang dibutuhkan kaum muda ialah bagiamana cara mendengar suara hati itu memberi cara, dan bagiamana Gereja dengan sikap Duc In Altum mendengarkan kaum muda. Memang pada satu sisi Gereja tidak hanya mengurus kaum muda saja, tetapi kaum muda juga bukan satu-satunya penghamat misi Allah, justru kaum muda ini harus digerakan.
Kaum muda juga bukan berarti menunggu saja untuk didengarkan, tetapi justru antara kaum muda itu juga saling mendengarkan. Namun, pada saat yang sama dianjurkan kepada para orang muda: “Tunduklah kepada orang-orang yang tua” (1Ptr 5:5). Alkitab selalu mengajak kita untuk memiliki rasa hormat mendalam kepada para orang tua karena mereka memiliki banyak pengalaman. Mereka telah mengalami keberhasilan dan kegagalan, sukacita dan penderitaan hidup, harapan dan kekecewaan, dan dalam keheningan hati mereka, menyimpan banyak cerita yang dapat membantu kita untuk tidak membuat kesalahan dan tidak terperdaya oleh ilusi palsu. Perkataan orang tua yang bijak mengajak kita untuk menghormati batas-batas tertentu dan untuk mengetahui bagaimana menguasai pada waktu yang tepat: “nasihatilah mereka supaya mereka menguasai diri dalam segala hal” (Tit 2:6). Tidaklah baik untuk jatuh ke dalam kultus kemudaan, atau dalam sikap kemudaan yang merendahkan orang lain karena usia mereka atau karena mereka berasal dari zaman yang berbeda. Yesus mengatakan bahwa orang bijak tahu cara mengambil hal-hal baru dan hal-hal lama dari harta karunnya (bdk. Mat 13:52). Orang muda yang bijak terbuka ke masa depan, namun selalu mampu untuk menghargai sesuatu dari pengalaman orang lain (lih. CV 16).
Sampai di sini, kita butuh pendamping-pendamping handal yang berkompeten dan mampu menerima kaum muda. Para pastor Paroki, Suster, Frater, dan semua orang yang berniat baik membantu kaum muda lewat cara mereka masing-masing. Orang-orang muda perlu dihargai kebebasannya, namun juga perlu didampingi. Keluarga harus menjadi tempat pendampingan pertama. Pelayanan pastoral orang muda menawarkan rencana hidup berdasarkan Kristus: pembangunan rumah, keluarga yang dibangun di atas batu (bdk. Mat. 7:24-25). Untuk sebagian besar orang muda, keluarga itu, rencana itu, diwujudkan dalam perkawinan dan dalam cinta kasih suami-istri. Untuk itu pelayanan pastoral orang muda dan reksa pastoral keluarga harus senantiasa berlangsung alamiah, dengan bekerja secara terkoordinasi dan terintegrasi agar bisa mendampingi proses panggilan dengan tepat (lih. CV 242).
Dalam pandangan di atas, Konsili Vatikan II menjelaskan dengan sangat baik bahwa “Kaum muda merupakan kekuatan amat penting dalam masyarakat zaman sekarang.  Bertambah pentingnya peran mereka dalam masyarakat  itu menuntut  dari mereka kegiatan merasul yang sepadan. Mereka sendiri harus menjadi rasu-rasul pertama dan langsung bagi kaum muda, dengan menjalankan sendiri kerasulan di kalangan mereka, sambil mengindahkan lingkungan sosial kediaman mereka (Ringkasan harapan dari Apostolicam Actuositatem).
Oleh sebab itu, sebenarnya harapan terbesar ialah pada kaum muda itu sendiri. Kaum muda harus selalu mengalami spirit yang bernyala. Singkatnya umur muda harus juga memiliki semangat seperti orang muda. Bercerminlah pada Yesus yang selalu muda menyapa semua orang. Pergunakanlah masa muda ini untuk mewartakan kebenaran, dan kurangi hoaks yang menguburkan martabat sesama manusia. Semoga kaum muda di manapun dengan mengamalkan amant Yesus “ Tenanglah! Aku ini, jangan takut!” (Mat 14:27).
Saya mengajak semua orang untuk berani percaya kepada kaum muda. Mari kita dukung kaum muda jangan membiarkan mereka sendiri. Mereka ingin mendengarkan, tetapi juga tak lupa butuh pendampingan. Mari bercermin pada Yesus sang Sabda Ilahi yang selalu segar menanti kita. Ingat Kristus bersedia mendengarkan kita? Bagaimana dengan kita, apakah kita masih setia mendengarkan-Nya?
Yesus berjalan bersama kaum muda sebagai suatu titik start pewartaan sabda Allah. Sabda Allah itu telah diletakan dalam diri setiap kaum muda. Semoga dengan semangat kaum muda yang begitu bersemangat membangun relasi antarsesama menjadikan spirit pewartaan. Sebagaimana Kristus yang adalah bagian dari kaum muda pada jaman-Nya, demikian juga kaum muda sebagai motor penggerak pewartaan sabda Allah itu pada zaman sekarang.
 
editor : Anselmus Faan

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *