SUATU REFLEKSI FILOSOFI, TUHAN SEBAGAI PANTEISME DALAM KONSEP ORANG SUKU KARON DAN SEBAGAI SUBSTANSI DALAM KONSEP SPINOZA

 

Konsep Tuhan dalam suku Karon menjadi kepercayaan klasik yang mepunyai makna teologis yang mendalam ada dalam kepercayaan tradisional ini. Sebutan kepada yang Mahatinggi atau pencipta tentu sudah ada dalam terminologi suku Karon. Suku Karon menyebutnya dengan sebutan Siway atau Yefun, Siway sebagai pencipta segala alam semesta dan Siway sebagai logos sejati, sehingga segala rahasia pengetahuan dan kehidupan yang mendalam dalam orang suku Karon didaptkan dari Siway. Eksistensi Siway dalam suku Karon tentu ada dalam alam semesta ini, sehingga alam menjadi tempat kehidupan dan lebih dari itu menjdi gereja, sebab disini tempat sakralitas penuh ada dalam alam dan awal kehidupan ada disini.

Secara singkat pemahaman Tuhan menurut Spinoza dipahami dengan sebutan Tuhan ada dalam segalanya (panteisme). Spinoza membongkar terminologi ini dengan suatu tafsiran rasional, maksud dari itu adalah menunjukan kebenaran Tuhan dalam pikiran rasional dan itu terlihat masuk akal. Sehinga bagi Spinoza, Tuhan amat sangat terlihat jelas dalam kehidupan ini, sebab eksistensi Tuhan tidak lain adalah alam semesta ini, Tuhan ada dalam alam ini. Kehidupan manusia dalam semesta ini datang dari Tuhan dan juga kembali untuk Tuhan, sebab manusia dari Tuhan dan ada dalam alam semesta yang diberikan oleh Tuhan. Tuhan ada dalam segalanya dan segalanya adalah Tuhan, maka manusia harus menghormati alam semesta sebab Tuhan ada dalam alam ini.

Siapa itu Spinoza

Spinoza atau Baruch de Spinoza lahir di kota Amsterdam pada 24 November 1632. Sejak kecil, Spinoza telah menunjukkan kecerdasannya sehingga banyak orang mengatakan bahwa ia bisa menjadi seorang rabbi. Dalam kehidupannya, ia tidak hanya belajar matematika dan ilmu-ilmu alam, melainkan juga memelajari bahasa Latin, Yunani, Belanda, Spanyol, Perancis, Yahudi, Jerman, dan Italia. Pada usia 24 tahun, Spinoza membuat marah komunitas Yahudi karena ia meragukan Kitab Suci sebagai Wahyu Allah, mengkritik posisi imam Yahudi, mempertanyakan kedudukan bangsa Yahudi sebagai umat pilihan Yahweh, dan keterlibatan personal Allah dalam sejarah manusia. Pada 1656, Spinoza dikucilkan dari Sinagoga. Akhirnya ia mengganti namanya dengan Benedictus de Spinoza, sebagai tanda kehidupan barunya. Dalam keadaan dikucilkan, ia terus menuliskan beberapa pemikiran-pemikirannya termasuk etika. Tidak lama setelah pengucilan ini, ia diundang untuk mengajar di Universitas Heidelberg. Spinoza menolak undangan ini karena baginya tidak ada yang lebih mengerikan daripada kenyataan bahwa orang dihukum mati karena berpikir bebas. Semasa hidupnya, Spinoza juga bekerja sebagai guru privat pada beberapa keluarga kaya. Sebagian besar refrensi yang menuliskan bahwa Spinoza meninggal pada usia 44 tahun karena TBC paru-paru yang telah lama ia derita akibat menggerindra lensa.

Substansi menjadi perdebatan singkat yang tidak secara langsung antara kedua filsuf renaissance yakni Spinoza dan Descartes, sehingga Spinoza menyalahkan Descartes dengan suatu sintaksis yang keliru dari pemahaman substansi. Substansi sendiri dipahami sebagai “sesuatu yang tanpa melibatkan sesuatu yang lain dan ada dalam pengertiannya sendiri atau sesuatu yang berdiri sendiri tanpa melibatkan sesuatu yang lain untuk membentuknya. Maka menurut Spinoza, sesuatu yang berdiri sendiri hanyalah Tuhan, tidak ada sesuatu yang lain, jika ada sesuatu yang lain maka tentu dia melibatkan sesuatu yang lain dan bagi Spinoza itu bukan substansi. Namun Descartes tidak konsisten dengan kata substansi sebab jiwa dan materi ada juga sebagai substansi, maka Spinoza menolak ini dengan mengatakan Descartes tidak konsisten dan keliru tentang Substansi, disinilah perdebatan singkat dari kritik Spinoza terhadap Descartes. Maka, Tuhanlah yang menjadi substansi dalam literatur filosofi menurut Spinoza, dan Spinoza menyebutnya sebagai substansi absolut, dengan frasa yang mempunyai pemahaman yang amat sangat luas ini dengan suatu pemikiran geometri dengan menggunakan rasio murni untuk membuktikan kebenaran Tuhan.

Pokok sentral dari diskusi ini diambil dari satu refrensi yang menjadi titik analisis adalah Tuhan, Tuhan menjadi pokok sentral dari tinjauan filosofi berdasarkan pikiran filsuf dan juga berdasarkan realitas yang terjadi dalam budaya orang suku Karon. Sebab penulis, melihat bahwa ada suatu kesamaan dalam konsep Spinoza dan konsep kepercayaan suku Karon singkatnya relefansi kehidupan orang suku Karon dalam agama tradisional  dan dalam pikiran Spinoza menuju pada pemahaman tentang Tuhan.

 

Orang suku Karon tentu mempunyai terminologi yang spesifik untuk menyebut Allah serta eksistensi Allah dalam kepercayaan mereka seperti beberapa terminologi yang disebut oleh Spinoza untuk menjelaskan tentang Allah. Orang Karon juga mempunyai terminologi yang sangat teologis untuk menjelaskan tentang Allah dan eksistensi Allah, seperti orang Karon menyebut Allah dengan sebutan Siway sebab Siwaylah yang menciptakan semua dan Siway ada dalam alam dan bersama alam. Siway menjadi arkhe dari kepercayaan orang Karon sehingga orang Karon menganggap bahwa penyebaran Allah secara keseluruhan ada pada alam, dan dari eksistensi Allah ini, orang Karon telah menetapkan suatu sakralitas dan suatu kesucian yang ada pada setiap tempat sebagai simbol kehadiran Allah yang ada bersama mereka. Alam atau Allah menjadi suatu kesatuan umum yang tidak terpisahkan, manusia telah menyatu dengan alam karena adanya sesuatu yang lebih tinggi dari manusia yang hadir dalam alam, sebab Allah menghadirkan diriNya pada alam. Allah atau alam menjadi satu kesatuan, Deus sive natura.

Ada begitu banyak diskusi yang terjadi yakni tentang Tuhan dalam agama tradisional dan Tuhan dalam agama modern, apakah benar Tuhan dalam agama tradisional sangat berbeda dengan Tuhan dalam agama modern? Ataukah Tuhan tradisional dan Tuhan modern mempunyai kesamaan antara kedua agama tersebut? Hal ini menjadi suatu diskusi yang mempunyai kesimpulan pro dan kontra yang ada. Tuhan bagi orang suku Karon tentu disini menuju pada suatu konsep dan kepercayaan tradisional dan konsep Spinoza tentang Allah yang substansi menuju pada agama modern. Ada kepercayaan tradisional tertentu tentu menjadi suatu keprcayaan yang hanya tertinggal dalam memori dan sudah tidak menjadi praktik langsung dengan ritus-ritus yang ada. Dalam hal ini, saya melihat bahwa orang suku Karon ada dalam kategori suku yang hanya mengingat dan tahu tentang kepercayaan tersebut tanpa mempraktekan kepercayaan tersebut dan hal ini akan berakibat pada ketidaktahuan generasi kedepan tentang kepercayaan asali, sebab sebagian generasi saat ini sudah melupakan kepercayaan tradisional yang ada tentang kepercayaan dalam kepercayaan mereka sebelum masuknya agama modern.

Kesamaan Panteisme Dari Spinoza dan Kepercayaan Tradisional Suku Karon

Memahami alur berpikir Spinoza, Allah sebagai substansi dalam panteisme menjadi suatu pikiran klasik yang juga ada dalam praktek agama tradisioal, dalam hal ini praktek agama tradisional dalam suku Karon, refrensi klasik yang diambil dari Spinoza adalah tradisi metafisika klasik yakni menuju pada yang satu dan yang banyak, filsafat Skolastik dan Kristiani yakni dengan paham bahwa alam, hukum alam dan logos Ilahi adalah sama dan renaissance yang melihat tentang Yang Ilahi dalam alam. Spinoza menempatkan Allah sebagai pokok ultim yang menjadi sentral pikirannya untuk memperlihatkan tentang kebenaran Allah, sehingga Spinoza masuk dalam panteisme dan menjelaskan keberadaan Allah dan kebenaran Allah.

Secara singkat, panteisme dipahami sebagai, Tuhan berada dalam segala sesuatu atau Tuhan dan alam semesta satu adanya, dengan salah satu konsep ini, Spinoza menganalisi dengan rasio murni untuk membuktikan bahwa Allah benar-benar ada dalam alam semesta dan alam semesta adalah Allah. Salah satu konsep panteis dalam analisis Spinoza, hemat saya, amat sangat kontekstual dengan kehidupan orang suku Karon dalam kepercayaan tradisional, dari kepercaya mereka bahwa alam adalah tempat mereka menyembah sesuatu yang Ilahi yang ada dalam alam dan keluar dari alam dan bersama mereka.

Sehingga alam dan Allah menjadi satu dan sama, Allah atau alam (Deus sive natura) menjadi satu kesatuan, Allah bersatu dengan alam dan alam bersatu dengan manusia maka secara langsung manusia diperhadapkan langsung pada Allah melalui alam. Tunduk dan meyembah pada alam adalah tunduk menyembah pada Allah sebab bentuk representasi Allah ada sepenuhnya pada alam, dengan itu bagi orang suku Karon alam adalah gereja utama di dalamnya terdapat sakralitas yang ada, sebab orang suku Karon menempatkan tempat sakralitas yang ada dalam alam, yakni pada air, pohon dan gunung.

 

Refleksi Filosofi

Sering kita melihat sesuatu yang ada didepan kita, lalu kita mengatakan yang ada dari ada dan yang tidak ada tentu tidak ada dan tidak bisa mendatangkan ketiadaan itu menjadi ada, banyak filsuf pun mempertengkarkan soal sesuatu yang bersifat metafisika ini. Namun filsuf rasionalis yang muncul setelah Descartes, mampu membuka pikiran dan kesadaran kita bahwa untuk menganalisi lebih mendalam tentang Allah sebagai Tidak Terbatas atau tak tampak secara realitas ini dengan pembuktian yang ada kalau Allah benar-benar ada dari ketiadaan.

Spinoza mempunyai suatu konsekuensi pengetahuan yang amat tinggi tentang Allah, sehingga sulit untuk memahami pikiran dari Spinoza tentang Allah dengan suatu konsep Allah dengan geometri dan kausalitas yang masuk dalam rasio murni. Namun, Spinoza membuktikan Allah dengan suatu reflektifnya dari konsep substansi dan panteisme yang membuat kita mengerti tentang Allah yang tidak kelihatan atau Tidak Terbatas ini dapat dimengerti oleh makhluk terbatas ini, dan juga dikaitkan dalam perspektif orang suku Karon tentang kepercayaan asali sehingga keberadaan Allah tidak diperdebatkan dengan suatu dialegtik yang keliru dari Allah.

Allah ada dalam semua hal atau ada dalam segala sesuatu merupakan ciri khas dari cara reflektif Spinoza dan kita dengan mudah memahami Allah dengan cara berpikir yang sehat dari rasio murni. Allah atau alam (Deus sive natura) menjadi kelihatan dalam rasio dan dengan jelas kita mengetahui dan memahami Allah dari konsep Spinoza dan kepercayaan tradisional orang suku Karon. Dari semua ini yang menjadi sorotan sentral adalah Allah atau alam (Deus sive natura) artinya Allah dan alam menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan, baik menurut Spinoza maupun suku Karon. Kedua konsep ini membantu kita untuk sedikit memahami eksistensi dari Allah dan juga kuasa Allah yang benar-benar ada secara nyata dalam kehidupan kita. Kita berada dalam alam berarti kita berada dalam Tuhan, kita bersama alam berarti kita bersama dengan Tuhan. Penulis adalah Augustinus Esyah mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat-Teologi Fajat Timur Abepura-Jayapura Papua.

 

 

 

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *