REFLEKSI KOTBAH YESUS DI BUKIT; SABDA BAHAGIA

“BERBAHAGIALAH ORANG YANG MEMBAWA DAMAI KARENA MEREKA AKAN DI SEBUT ANAK ALLAH.”

(MATIUS. 5:9)

Kata damai sepadan dengan kata syalom (Ibrani) dan peace (Inggris). Damai mengandung makna aman, tenteram, dan tenang. “Syalom! Syalom!” Bagi kita umat katolik merupakan ungkapan yang mungkin asing, tetapi lasim bagi saudara/i kita protestan. Damai bukan hanya tidak ada perang the nothing warm, bukan pula memiliki banyak harta melainkan suatu rasa ketenangan hati rasa aman tenteram dan Bahagia dalam suka duka.

Damai atau kedamaian (peace) tidaklah diukur dengan harta atau materi. Damai yang sejati adalah damai di mana Allah yang transeden (luhur maha dalam) menjadi imanen (turun hadir dalam sejarah manusia), lewat inkarnasi (sabda menjadi daging) di dalam dan oleh Yesus Kristus sang raja damai. Damai dapat diartikan sebagai kebahagian sejati yang ada dalam Allah dan bersumber atau berasal dari-Nya kita senantiasa mencari kedamaian sejati itu yakni menemukan hidup yang tenang di dalam Allah.

Yesus Kristus adalah Sang Mesias yang menghadirkan damai/ kedamaian (peace) keadialan (justice) keselamatan (salvation), kemerdekaan, dan pembebasan (libeeration) untuk semua orang. Model yang di tawarkan oleh Paulus merupakan tugas setiap Kristus (khususnya), untuk menampilakan damai yang praktis atau nyata dalam kasih persaudaraan. Bila hidup dalam perdamaian maka sesungguhnya kita telah mempraktekkan kerajaan Allah (the kingdom of God). Damai apabila saya hendak bertanya kepada orang banyak Apakah kalian hidup damai mungkin menjawab ya. Namun damai model apa yang di tawarkan? Dmai sejati ataukah damai sesaat alias yang hedonis, konsumeris, manipulatif, egoistik dan materialis? Ataukah mungkin juga benar siapa tahu.

Damai merupakan suasana hidup yang di cita-citakan, di dambakan dan di harapkan oleh saya anda dan kita semua. Damai (peace) bagi saya adalah sebagai suatu penantian, pengalaman perjuangan. Damai sangat di nantikan oleh semua orang tertawa mereka yang banyak mengalami permasalah hidup (konflik, perang, permusuhan, pembodohan dll) sesungguhnya mereka ini hidup dalam kecemasan, kegelisahan, kekhwatiran dan ketidakpastian dan ketidakjelasan arah dan tujuan hidup (goal of life).

Ada orang yang sedih lalu menangis, menderita karena miskin amti karena lapar, di tembak, di penjarakan, di bunuh secara tidak adil,dibodohi karena kurang pendidkan hak hak asasi, mereka di rampas dan sebagainya. Bnayak orang kecil di hukum mati dibantai, para aktivis di kejar bahkan di bunuh suara keadialan perdamaian dan kenabian di bungkam (Profetis). Semakin meningkat bahaya HIV-AIDS meraja rela dan lain-lain. Dalam situasi demikian yang diharapkan kejadian-kejadian seperti itu sangat terasa di bumi Cenderawasih tempat fajar pagi menyingsing, tempat Cenderawasih bermain dan menari-nari.

Perspektif kotbah Yesus di bukit dengan tegas ia katakan siapa yang bawa damai dia disebut anak Allah Mengapa Yesus mengatakan demikian? Karena Allah sedang menderita yang di maksud dengan Allah menderita menurut perspektif saya berarti kaum keci yang menderita baik dari segi ekonomi, sosial, politik, hukum budaya, yang tidak memberikan kesejahteraan kepada mereka. Tentu saja Yesus seorang yang mampu memperjuangkan perdamaian, keadilan sehingga membuat kontroversi dengan para penguasa. Kesetian-Nya untuk menegakan kerajaan Allah di tengah-tengah dunia yang kompleks ini sehingga dengan setia pula Yesus menyerahakan diri di bunuh dan di selipkan. Makna bagi kita adalah keselamatan dan berpegang teguh ppada iman kita. Perspektif historis salib merupakan makna politis, Yesus di salibkana karena melawan para pemguasa pemerintah Romawi maupun agama Yahudi yang mengaplikasikan system represif, oligarkis, dan otoriter perlawanan Yesus merupakan tindakan untuk menegakan keadilan (peace), perdamaian (peace), sukacita (joy), pengharapan (hope), dan kebahagian (happiness) bagi masyarakat kecil.

Menjadi pertanyaan apa pesan Yesus untuk saman sekarang? Apakah masih relevan pesan dan perkataan Yesus masih hidup? Jawabanya tentu saja masih hidup bahkan dunia dewasa ini lebih kejam. Untuk itu kita harus mencari persamaan untuk memperjuangkan perdamaian bagi masyarakat kecil hina dan seterusnya. Dalam refleksi ini saya mencba mengkaitkan antara pesan Yesus dengan konteks problem west Papua dalam bingkai Republik Indonesia. Pertanyaanya benanrkah Papua tanah damai?

Tanah Papua merupakan salah satu meda konflik yang subur di Indoensia. Konflik tersebut mencakup berbagai segi kehidupan mulai dari kehidupan masyarakat yang berbeda suku agama, budaya, ras, dan ideologi kehidupan dalam kolektif family hingga konflik di tempat kita tinggal masing masing. Konflik tersebut kadang membuat dan menciptakan rasa ketakutan yang mengerikan dalam kehidupan bersama setiap hari, tanah Papua merupakan salah satu konflik yang subur mulai dari konflik horizontal hingga konflik vertikal, konflik adalah teman baik bagi setiap masyarakat Papua Melalui refleksi pribadi saya terus bertanya dengan pertanyaan yang sederhana untuk melihat kembali mengapa tanah Papua penuh violence? Siapa yang sebenarnya yang mennciptakan konflik? Mengapa paham damai tidak di wujud nyatakan? Mengapa perkcekcokana antara masyarakat Papua dengan pemerintah pusat? Melalui pertanyaan tersebut saya merefleksikan dan mencoba mendeskripsikan sebenarnya apa yang menjadi permasalahannya. Pertama kita lihat kembali momoria passionis sejarah integrasi Papua ke dalam pangkuan ibu pertiwi. Yang kedua kebijakan pemerintah yang tidak mensejahterakan dan membawa damai dan harapan baru bagi masyarkat Papua melainkan mengelienasi dan memarginalisasi masyarakat Papua.

Jangan sekali-kali melupakan sejarah(jas merah) merupakan pernyataan proklamator bangsa Indoensia sebagaimana mengajak kita untuk merefleksikan dan meninjau kembali memoria passionis dengan ingatan akan intelektual(record) dan meninjau secara kritis tanah dan manusia papua di integrasikan ke dalam negara kesatuan republic Indonesia (NKRI). Sejaraha integrasi atau penyatuan penggabungan kembali Papua ke dalam negara kesatuan republic Indonesia. Akar persoalan yang sulit untuk mewujudkan Papua tanah damai, tanah dan manusia papua di kuasai oleh tiga pemerintah pertama Belanda menguasai papua sejak1826. Awal Belanda menginjak kaki di bumi Cenderawasih perspektif kedatangan Belnda ke papua untuk menyebarkan dan mewartakan injil kehidupan(Evangeli vitae) dan dan mereka bersahabat dengan masyarakat papua, tidak pernah terjadi konflik senjayta pembunuhan terhadap warga papua maupun Belanda. Kemudia Belanda pemerintah menyerahkan pemerintahan daerah papua kepada united Nations Temporary Executive Authority, disingkat UNTEA) pada tanggal 1 oktober 1962, adalah sebuah badan pelaksana sementara PBB yang berada di bawah kekuasaan Sekretaris Jenderal PBB. UNTEA dikepalai oleh seorang yang diangkat oleh Sekjen PBB dengan persetujuan antara Indonesia dan Belanda dan bertugas menjalankan pemerintahan Irian Barat dalam waktu satu tahun. UNTEA dibentuk karena terjadinya konflik antara Indonesia dan Belanda dalam permasalahan status Irian Barat, sehingga badan ini merupakan pengawas di Irian Barat. United Nations Temporary Executuve Authority menyerahkan manusia dan tanah papua kepada pemerintah republic Indonesia pada tanggal 1 mei 1963. 1963 adalah hari bersejarah masyarakat mulai berbeda ideolog dengan pemerintah Indonesia dan 1963 adalah hari tahun bersejarah masyarakat Papua mengenal Namanya violence, kriminal, terhadap identitas, etis, kultur, politik, ekonomi, hukum, dan hak asasi tanah dan manusia papua.Pada tahun 1969 Indonesia memenangkan PEPERA atas permainan curang sandiwara politik yang penuh dengan manipulasi. Dari sejak 1963 masyarakat papua mengaggap atau perpandangan bahwa pemerintah Indonesia bukan mencintai masyarkat papua melainkan Negara Kesatuan Republik Indoensia memperjuangakan integrasi Papua untuk merebut kekayaan dan alam Papua. Untuk manusia dan tanah Papua di abaikan, elienasi, marginalisasi, violence dalam semua aspek dalam sendi kehidupan masyarakat Papua.

Kedua kebiijakan pemerintah pusat untuk daerah Ppaua Barat sejak Ppaua di integrasikan le pangkuan negara kesatuan republic Indonesia tidak kena sasaran, yang ada hanya hanya kebijakan yang opresif otoriter, dan oligarki kepada masyarakat Papua. Sejak 1969 sampai pada tahun 2000 daerah papua sebagai daerah operasi militer(dom), dan masyarakat papua merasa hidup diatas duri paku tatu dengan kata lain masyarakat papua tidak meraskan damai, aman ,sejahtera seperti dulu masih bersama pemerintah Belanda. Praktek ketidakadilan yang telah diaplikasikan yaitu memperlambat pembangunan sumber saya mmanusia Papua, diskriminasi dan elienasi etnis, identitas, religion. Hingga tahun 2000/2001 lahir otsus untuk masyarakat papua, namun otsus yang yang sudah di berikan juga oleh pemerintah pusat tidak juga memberikan kedamaian, keadialan, (peace and justice for all society west Papua) dan menciptakan common good/ bonum commune kepada masyarakat Papua masih terus miskin dan miskin diatas tanahnya sendiri. Otsus di berikan untuk dengan tujuan memperbaiki hidup dan kehidupan serta menyelesaikan konflik Papua, dan memberikan menciptakan papua tanah damai seperti yang di harapkan oleh masyarakat internasional. Harapan dan kenyataan sangat berbeda jauh di mana pemerintah tidak konsistensi terhadap undang-undang otsus Mengapa saya katakan tidak konsistensi karena otsus berjalan kurang efektif pemerintah melakuakn pemekaran provinsi Papua Barat secara de jure pemerintah melanggar undang-undang otsus. Setelah itu terjadi penembakan terhadapa tokoh-tokoh Papua dan masyarakat. Pemerintah berjanji mennyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia Papua namun janji diatas janji dari resim SBY sampai sekarang Jokowi banyak pelanggaran hak yang tidak terselesaiakn secacra proses hukum.

Dan sekarang pemerintah lebih memilih melakukan pemekaran daerah otonomi baru dari pada mengambil langkah untuk mennyelesaikan semua persoalan dan masalah yang sudah sedang dan akan terjadi di kemudian hari. Menurut hemat saya pemerintah mempunyai startegi yang dan punya maksud yang terselubung untuk mengadu dombakan dan membunuh masyarakat papua secara paham hedonisme, konsumerisme, materialisme, status dan prestise agar masyarakat papua tidak perlu unutk mempersoalakan apa yang sudah terjadi pada masa laliu dan yang sudah dan sedang terjadi.

Sebagai kaum kaum religious kita hendaknya menegakan keadilan perdamaian lewat suara kenabian seperti yang telah di lakukan oleh pater Neles Tebay bagaimana kita menyuarakan dengan suara yang lebih keras lagi untuk mengajak pemerintah pusat untuk menyelesaikan konflik yang berkepanjangan, konflik bisa terselesaikan hanya melalui jalan dialog. Dalam permenungan pribadi saya hendak merefleksiakn tanah dan manusiaku papua belum damai adil, sejahtera, dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan cultur dan hidup terus dengan ketidak-pastian tidak tahu di mana arah kedepan. Saya pun demmikian tidak tenag hatiku gelisah menangis jiwaku belum damai tenang jiwaku damai Ketika tanah dan manusia papuaku aman, sejahtera bebas, merdeka, damai, sukacita dan hidup penuh keharmonisan hidup sebagai manusia yang merdeka. Tuhan aku ini alat-Mu pakailah aku dan jadikan aku pemabawa damai, cinta kasih, harapan, kekuatan, sukacita, adil, dan kebahagian bagi domba-domba-Mu.

Penulis adalah  Ebas Edy Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi “Fajar-Timur” Abepura Jayapura.

Editor: Admin

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *