Rasul Kaum Kafir: “Kotroversi Ajaran Paulus mengenai Kebangkitan di Korintus”
(*Oleh: Yoseph Riki Yatipai
Paulus biasa dikenal dengan “rasul kaum kafir”, karena ia mewartakan kabar baik tentang Peristiwa Yesus kepada kaum di luar Yahudi. Dari berbagai tempat yang jauh dari daerahnya sendiri, ia mengalami tantangan yang tidak sedikit. Ia sampai di Korintus ketika Korintus sudah berdiri selama seratus tahun, setelah dibangun kembali oleh Kaisar Julius sebagai pertahanan militer dan menempatkan orang-orang Italia sekitar tahun 44 SM, yang pernah dihancurkan oleh kaisar Mumius. Kota Korintus dulunya dikenal dengan nama Dorik Kuno pada ke-19, tempat ini banyak menghasilkan karya-karya seni, sehingga banyak pengunjung.
Letak kota ini menjadi tempat yang strategis di dalam misi Paulus, setelah melanglang-buana ke seluruh penjuru negeri. Baginya, ia dapat mewartakan kabar baik tentang Yesus Kristus dengan mudah, karena pesan Injil dapat diteruskan oleh para pendatang di Korintus ketika mereka pergi dan melanjutkan perjalanannya. Korintus adalah sebuah pelabuhan yang menghubungankan jalan khusus antara Kenkrea di Teluk Aegina dan Licheum di Teluk Korintus. Apalagi kegiatan ekonominya yang membuat korintus menjadi kota kosmopolitan pada masa itu. Bayangkan berapa banyak bea dan cukai yang diterima oleh kota itu. Di sudut-sudut kota banyak terdengar orang-orang dari berbagai suku, budaya, dan berbagai latar belakang dengan bahasanya masing-masing. Tidak heran, Korintus menjadi pusat perdagangan, sebab wilayahnya yang cocok untuk melakukan perdagangan dari berbagai penjuru negeri.
Sekalipun Atena sudah jauh dari masa keemasan Perikles dalam bidang Politik dan ekonomi, tetapi Atena masih mengungguli Korintus di dalam bidang Pendidikan dan kebudayaan. Mereka memiliki banyak sekolah-sekolah, pemikir-pemikir, dan para seniman yang tersohor pada masa itu. Katakanlah tidak tertandingi. Paulus berada di dalam suasana yang demikian, ia mulai mewartakan imannya kepada orang Korintus. Di Korintus Paulus tidak sendirian, sebab ada beberapa orang Yahudi yang juga melakukan perdagangan di sana dan berpegang teguh pada kebudayaannya, meskipun ada beberapa di antaranya yang juga terpengaruh dengan kebudayaan Yunani.
Sebagai pusat pemersatu kepentingan antar bangsa dari penjuru negeri, rupanya memudahkan mereka juga untuk melakukan perpaduan antar-aliran kebudayaan dan agama lokal pada masa itu. Dewa-dewi Yunani justru memudahkan sinkretisme, yang meliputi ibadat Romawi, Mesir, dan dewa-dewa dari Timur. Ada sebuah kuil yang dibangun dan dipuja oleh ribuan pelacur sebagai tempat peribadatan mereka. Kuil itu biasa dikenal dengan nama kuil Aprodite (dewi kecantikan, cinta, atau juga dewi birahi, asmara). Di dalam legenda Romawi disebut dengan Venus. Ada dua legenda berbeda mengenai kelahiran Aprodite. Legenda pertama menyebut Aprodite adalah putri Zeus dan Dione. Kemudian legenda kedua menyebut bahwa Aprodite lahir dari alat kelamin Uranus sang Titan yang dikebiri oleh Cronus.
Kebudayaan kafir di Korintus menjadi sebuah tantangan yang sungguh-sungguh tidak dapat dicabut dari akar-akarnya oleh Sang Rasul. Dengan kata lain, Korintus menjadi keuntungan bagi pewartaan Paulus, namun sekaligus menjadi kontroversi baginya. Ia bahkan mencemaskan jemaatnya untuk berlama-lama di Korintus. Sebab, “hidup di Korintus” pasti kelakuannya buruk. Sebagai pusat pelabuhan, segala kemaksiatan berada di tempat ini, seperti para budak perempuan yang digunakan oleh para pendatang sebagai hiburan lalu pergi. Intrik prostitusi dan komersial begitu nampak sehingga memberikan rangsangan yang cukup mencemaskan bagi Paulus terhadap jemaat dan Gerejanya di Korintus. Sebagaimana ia pernah menuliskan deretan kejahatan di Korintus, sewaktu Paulus tinggal dan hidup di sana (bdk. Rm.1:24-32).
Para ahli filsafat, orang Roma, dan orang-orang Timur berpikir bahwa dengan melakukan hubungan seks dan inseks, mereka akan mendapatkan kebahagiaan melalui dewi aprodite (patung pahatan yang dipuja). Oleh karena itu, mereka sangat memperbolehkannya sebagai bentuk ritus. Para pelacur disediakan bukan hanya untuk hiburan bagi orang pendatang di Korintus, tetapi juga sebagai sarana pemujaan di dalam ritus yang diliputi oleh perpaduan aliran-aliran kaum kafir tersebut (sinkretisme). Perempuan dianggap sebagai sarana hiburan dan ritus. Walaupun para perempuan itu sangat menginginkan emansipasi.
Pewartaan Paulus di Korintus, ajarannya yang sulit diterima dan dipahami oleh orang Yunani adalah kebangkitan badan. Sebab, bagi orang Yunani ajaran mengenai kebangkitan badan merupakan sesuatu yang mustahil. Orang Yunani menganggap Paulus sedang bermimpi di siang hari. Para ahli filsafat menganggap kebangkitan itu tidak mungkin terjadi, apalagi kebangkitan badan. Bagi mereka ajaran demikian sangat berlawanan dengan ajaran kebudayaan mereka, meskipun ajaran Paulus yang lainnya diterima dengan baik oleh mereka. Tentu orang Yunani yang suka berpikir dan fasih dalam berbicara, terkesan sombong dan angkuh. Sehingga, Paulus harus meninggalkan mereka dan melanjutkan pewartaannya.
Meminjam dialektika Jurgen Habermas dan Josep Ratzinger mengenai “Dialektika Sekularisasi” menjadi sebuah terobosan milenial. Akal budi (ratio) dan iman (fides) hanya dapat dipahami dengan mengetahui batas-batas di antara keduanya. Dengan kata lain, kita tidak bisa menutut akal budi lebih benar dari pada iman atau iman lebih benar dari pada akal budi. Tetapi, keduanya mesti berada pada batasan-batasannya. Dengan tujuan, akal budi dan iman dapat saling mengisi antara satu dengan yang lainnya. Sehingga, serupa dengan ini Paulus juga memberitahukan kepada jemaatnya di Korintus dengan menuliskan sebuah surat. Ia menguraikan apa isi hikmat Allah dan hikmat manusia (1 Kor. 1:18-31). Ajarannya memang bertolak belakang dengan kebudayaan lokal dan ajaran agama setempat, tetapi ia didesak dengan kondisi jemaatnya yang harus diselamatkan dari persoalan demikian. Sehingga ia menuliskan sebuah surat untuk menjawab persoalan yang dihadapi jemaat Korintus (1 Kor. 7:1-11:1).
Korintus adalah kota yang dikenal dengan tinggi tingkat kriminalitasnya dan kemerosotan moralnya. Hal demikian, kita alami di saat ini dan di sini. Sebagaimana sikap merendahkan martabat perempuan dan kurangnya kepekaan kita terhadap kehidupan menggereja kita sebagai tubuh mistik Kristus. Sebagai orang beriman, kita dapat dengan yakin menerimanya sebagai panutan di dalam kehidupan melalui iman, harapan dan kasih. Tetapi, kita akan bertanya lagi sebagai orang yang memiliki akal budi, bagaimana saya tahu bahwa Tuhan yang saya yakini ini benar-benar Tuhan?. Rupanya, Paulus di dalam suratnya telah menunjukkan bahwa, hal serupa sudah dialaminya. Kontroversi antara iman (hikmat Tuhan) dan akal budi (hikmat manusia) tentu wajar terjadi, tetapi kewajaran itu memiliki batasan.
Dengan demikian, saya melihat ada sisi-sisi yang mesti dipahami dan dilihat dalam perbedaan dan persamaannya. Dengan kata lain, ada situasi di mana iman cukup dominan untuk dibutuhkan, tetapi di sisi lain akal budi bisa dominan untuk dibutuhkan. Dari persoalan ini, tidak ada pemenang, selain saling memahami dan mengenal. Kedua hal tersebut ada di dalam diri setiap individu dan bagaimana setiap individu dapat mengenalnya sejauh mendukung hidup ke arah yang lebih baik dan benar. Baik sebagai makhluk sosial yang memiliki bentuk perilaku, maupun benar sebagai upaya pencarian jati diri di dalam lorong rimba kehidupan. Paulus tetaplah rasul yang ulung dan setia, karenanya kita dapat memahami kehidupan di dalam perbedaan. Sekalipun persamaan itu hadia dari Tuhan, namun bukan berarti perbedaan adalah kabar buruk. Semua ada di dalam rancangan (Logos Spermaticos).
Penulis adalah Mahasiswa STFT Fajar Timur Abepura-Jayapura
Publisher: Antonius Tebai