Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat (Berkaca Pada Konteks Papua)

 

 

Selanyang pandang pada HUT NKRI yang ke- 77 Dirgahayu 2022, dengan tema “Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat”. Tema tersebut ditempelkan dengan mengunakan spanduk dan baleho di setiap suduk kota Provinsi dan Kabupaten kota di seluruh Indonesia, tak terkecuali di Papua. Ketika saya membaca tema tersebut muncullah sebuah pertanyaan, apa yang mau di pulihkan? Bagaimana pulih lebih cepat, bangkit lebih kuat, kalau realitas persoalan kemanusiaan, di Papua belum terselesaikan, masyarakat yang masih di hutan sudah amankah?

            Dari beberapa media yang saya baca dapat mejawab pertanyaan tersebut. Jawabannya adalah mencerminkan harapan bagi bangsa Indonesia agar senantiasa bersemangat dalam berteransformasi dan bertumbuh di tengah tantangan pandemic Covid-19 yang telah berlangsung selama lebih dari dua tahun (https://jatim.bpd.gp.id,beritauatama, Perwakilan Provinsi Jawa barat 2022/08/19). Ada juga pihak mengatakan bahwa Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat merupakan harapan akan kebangkitan masyarakat Indonesia dari pandemi Covid-19. Ada juga dituliskan bahwa dirgahayu 2022 (tema) mencerminkan keoptimisannya masyarakat Indonesia. Artinya bahwa masyarakat Indonesia mampu menghadapi Covid-19.

Jawaban yang terjawab diatas meruapakan realitas sosial pada umumnya di Indoenesia. Artinya bahwa kurang lebih selama dua tahun, masyarakat Indonesia menghadapi tantangan yang disebut dengan covid-19. Sehingga tema “Pulih Lebih, Bangkit Lebih Kuat” merupakan semangat dan motiviasi bagi masyarakat Indonesia agar kembali terpulihkan dari Covid-19 dan bangkit lebih kuat untuk menghadapi tantangan-tantangan kehidupan sosial lainnya mendatang.

Dalam konteks Papua di satu sisi menjawab pertanyaan dan di lain sisi tidak menjawab pertanyaan. Artinya bahwa pulih lebih cepat, bangkit lebih kuat, di lain sisi kena konteks di Papua dan di lain sisi tidak kena konteks. Yang kena konteks adalah pandemi Covid-19, sementara yang tidak kena konteks adalah persoalan pelanggaran HAM. Sehingga hal yang hendak disampaikan adalah masyarakat Papua dalam situasi Pandemik Covid-19 itu, ada juga yang terus menerus terjadi krisis kemanusiaan dan pelanggaran HAM. Dalam situasi Covid-19 terjadi pula beberapa kasus yang mengerikan. Sekretarian Keadilan, Pedamaian dan Keutuhan Ciptaan (SKPKC) Fransiskan Papua mencatat dalam Seri Memoria Passionis no.40 bahwa koflik yang terjadi sepanjang tahun 2021 sebanyak 15 kali (28: 2022). Akibat dari konflik tersebut masyarakat Pengunungan Bintang, Provinsi Papua Pengunungan, masyarakat Maybrat, Provinsi Papua Barat dan masyarakat  Intan Jaya, Provinsi Papua Tengah, mengungsi ke hutan. Kemudian, di tahun 2022, setelah merayakan HUT yang 77 tahun, terjadi pula kasus mutilasi di Timika-Papua pada 22 Agustus 2022 (empat warga sipil dimutilasi oleh 6 anggota TNI dan 4 warga sipil non-Papua).

Pada 2023 muncul isu kasus penculikan anak. Banyak media sosial yang firal bahwa di Indonesia ada penculikan anak. Pelaku penculikan tersebut sampai bermain di Papua. Berdasarkan kasus penculikan anak ini, peristiwa yang mengerikan terjadi di Papua dua ttempat

Pertama, di Kabupaten Manokwari Sorong Provinsi Papua Barat, pada 25 Januari 2023. Pelaku pencilikan di bakar hidup-hidup;

Kedua, di Sinakma, Kabupaten Jayawijaya Proinsi Papua Pengunungan pada 23 Februari 2023. Kronologis singkatnya, seorang penjual sayur dengan mengunakan mobil Pickup, berencana mencualik anak kecil berumuran SD, dan anak itu berteriak minta tolong. Lalu warga setempat datang menamankan anak itu, lalu mengejar pelaku itu. Namun pelaku tersebut diamankan oleh pihak kepolisian. Sambil mengamankan warga, pihak kepolisian mengeluarkan tembakan ke arah warga sehingga terjadi konflik.  Akibat dari kejadian ini, terjadinya pembakaran ruko milik  warga non-Papua. Alhasil TNI Polri menembak 9 warga sipil (diataranya 7 orang asli Papua, 2 non-Papua asal Batak), dan korban luka lebih ari 17 orang  (Via Online, Group What App, Hubula Inaiwerek, Pembela HAM, Theo Hesegem, 23/2/2023, 23:10 Waktu Papua).

Dari beberapa kasus ini, saya bertanya, yang mau di pulihkan dan dibangkitkan di Papua itu apa dan siapa? Sementara Covid-19 sudah berlalu yang mau dibangkitkan dan dipulihkan itu apa dan siapa? Kekuatan militer di Papua? Bukankah Negara ini Negara demokrasi, negara hukum? Atau intensitas kasus penculikan anak? Siapa yang menangung masa depan Negara ini, jika rencana penculikan anak tidak diatasi oleh otoritas berwenang? Bukankah anak muda adalah harapan bangsa dan negara berlandaskan Sumpah Pemuda 1928? Dimana jiwa manusia yang bersosial?

Tidak ada dampak positif dari Dirgahayu yang ke-77 bagi masyarakat Papua. Karena yang terjadi bukan pemulihan kedok busuk tetapi menambah luka busuk “pengorbanan manusia”. Yang dibangkitkan bukan kesejatraaan, semangat membangun Negara, harapan keadilan dan demokrasi tapi pelanggaran HAM.

Mengakhiri tulisan ini ada beberapa ihwal yang bisa diperhatikan bersama oleh semua pihak dan setiap oknum yang setuju dengan ide Papua sebagai Tanah Damai agar Tema “Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat” benar-benar dialami dan dirasakan dampak positif dan signifikannya di Papua dan wilayah Indonesia lainnya;

Pertama, Kedok Kasus Penculikan Anak dan Bisnis Penjualan Organ Tubuh Manusia Mesti segera dibongkar. Perlu ada Tim Investigasi Khusus terkait hal ini.

Kedua, perlu ada rekontruksi pola resolusi konflik di Papua. Sudah bukan fasenya jika negara masih mengandalkan Anggkatan Bersenjata untuk mendekati konflik Papua sebagai treatment resolusif. Keran Dialog dan Rekonsiliasi mesti dibuka sebesar-besarnya dan seluas-luasnya di Papua melalui konsep dan mekanisme internasional. Negara mesti ingat bahwa Papua adalah luka paling membusuk dan bernanah dalam tubuh NKRI yang baunya sangat mencoreng nama baik Indonesia di muka komunitas internasional, sehingga sebagai tanggung jawab moril dan etisnya Indonesia harus tunjukkan sikap nasionalis bukan kanibalis di hadapan hukum internasional terkait resolusi konflik Papua.

* Penulis adalah Lewi Pabika Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Fajar Timur*

 

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *