PRESIDEN REBUPLIK INDONESIA Ir. JOKO WIDODO MENGANDALKAN KEKUATAN MILITER
“Kemampuan Presiden Rebuplik Indonesia tidak terukur, terhadap penyelesaian Kasus dugaan Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Tanah Papua”.
(*Oleh: Theo Hesegem
JAYAPURA-SUARA-FAJAR-TIMUR.COM. Kepala Negara Rebuplik Indonesia Ir. Joko Widodo, sudah berkali-kali melakukan kunjungan perjalanan ke Provinsi Papua di Indonesia paling timur itu.
Kunjungan kerja yang dilakukan kepala negara ke Papua, hingga sampai berkali-kali juga sebenarnya tak membuahkan hasil yang diharapkan, Orang Asli Papua, ia selalu megedepankan infrastruktur, sedangkan harapan Orang Asli Papua adalah Presiden serius menagani dan penyelesaian Kasus Dugaan Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua.
Kunjungan kepala Negara hanya sebagai sirimonial, Ibaratnya Bapak Datang yang penting anak senang, ia tidak punya niat yang baik terhadap menyelesaikan kasus Dugaan Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua.
Presiden RebupIik Indonesia selalu mementingkan Kepentingan Bangsa dan Negara, dan tidak pernah pikirkan kepentingan KEMANUSIAAN, seharusnya sebagai kepala Negara melihat kepentingan rayatnya. Sedangkan konflik di Papua terus memakan korban jiwa. sebagai seorang presiden tidak punya rasa memiliki jiwa kemanusiaan. Seharusnya sebagai sorang presiden harus memikirkan terhadap rayat yang sedang mengalami korban dan juga terhadap pengungsi kini sampai hari ini rasa kehilangan pemimpinnya
Direkrur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (Pembela Ham Sedunia) Theo Hesegem, bahwa kemampuan seorang Presiden sangat terbatas dan tidak dapat terukur, sekalipun ia telah di jabat selama Dua priode sebagai Presiden Rebupulik Indonesia.
Sedangkan Presiden telah ketahui selama ini konflik di Papua, terus memakan korban jiwa yang cukup banyak dan berdàmpak terjadi Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua. Menurut direktur Eksekurif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua Theo Hesegem (PembelaHAM Sedunia). Dapat sampaikan dalam artikel ini, bahwa Presiden Rebuplik Indonesia memang tidak mampu menagani dan menyelesaiakan Kasus Dugaan pelanggaran hak Asasi Manusia di Tanah Papua.
Tetapi kemampuannya selalu mengandalkan dan mengedepankan kekuatan aparat Militer untuk menghadirkan di tanah Papua, sehingga selalu mengirim pasukan Non Organik untuk melakukan Operasi Militer di tanah Papua.
Menurut Presiden pengiriman Pasukan dengan ribuan ke Papua dianggap masalah Papua dan Pelanggaran Hak Asasi di Papua akan diakhiri? Dan dianggap akan selesai, padahal menurut saya konflik di tanah papua justru akan meningkat tinggi.
Apakah seorang presiden tidak punya solusi dan kebijakan ? Untuk nengakhiri kekerasan di tanah Papua, dan mewujudkan penyelesaian kasus dugaan pelanggaran hak Asasi Manusia? Di Tanah Papua secara bermartabat?
Menurut saya Presiden Rebuplik Indonesia tidak mampu dan tidak punya kebijakan baru, dan tidak punya inisiatip, terhadap kekerasan yang berdampak merugikan warga masyarakat sipil sebagai warga negaranya sendiri, beliau hanya duduk di kursi embuk lalu tinggal perintahkan panglima dan Kapolri untuk mengirim pasukan ke Papua Barat.
Oleh karena itu saya sampaikan bahwa kemampuan Presiden Republik Indonesia hanya mengandalkan kekuatan aparat militer, untuk menyelesaikan masalah Papua, padahal belum tentu aparat akan menyekesaikan konflik di Papua.
Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, Pembela Ham Sedunia Theo Hesegem, mengungkapkan sangat disayangkan sikap seorang presiden yang mana selalu mengandalkan dengan kekuatan militer.
Menurut Presiden Ir. JOKO Widodo, masalah Papua akan berakhir setelah mengirim pasukan? sehingga penyelesaian pelanggaran Hak Asasi Manusia di Tanah Papua akan berakhir? Saya sebagai warga negara rasa malu terhadap kebijakan presiden yang mana selalu mengirim Pasukan dengan jumlah yang sangat luar biasa di tanah Papua, hingga sampai ribuan Anggota TNI dan POLRI telah menduduki di Tanah Papua.
Kita ketahui beberapa negara di belahan Dunia telah menyoroti Bangsa Indobesia terkait, situasi pelanggaran Hak Asasi Manusia di Tanah Papua, namun sorotan itu tidak ditangapi dengan serius oleh Presiden RI, mungkin karena dianggap soritan itu hal yang biasa. Sehingga situasi pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua, tidak mau diserius dan menyelesaikan dengan hati.
KEKERASAN DITANAHPAPUAOPERASIMILITERATAUOPERASIPENEGAKAN HUKUM?
PRESIDEN REBUPLIK INDONESIA Ir. JOKO WIDIDO, perlu menjelaskan status konflik di tanah Papua kepada masyarakat Papua dan masyarakat Internasional.
apakah statusnya sebagai operasi militer atau Operasi penegakan hukum ? Sehingga masyarakat Papua dan Internasional dapat ketahui dengan jelas.
Alasan mengapa Presiden harus menjelaskan dua hal di atas : menurut saya status konflik di Tanah Papua belum jelas sekalipun aparat penegak hukum sering mengatakan Operasi di Nduga dan Intan Jaya adalah operasi Penegakan hukum.
Kondisi ini sangat memprihatinkan karena masyarakat sipil yang tidak punya senjata dan tidak tau masalah apa-apa selalu jadi korban. Sehingga berdampak Orang Asli Papua mengalami krisis kemanusian yang luar biasa, dan hampir setiap saat ada korban.
OPERASI PENGAKAN HUKUM YANG GAGAL DAN KELIRU.
Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (Pembela Ham Sedunia) Theo Hesegem, menjelaskan bahwa sebelumnya kami ketahui bahwa operasi di Kabupaten Nduga dan intan jaya adalah operasi Penegakan hukum. Namun menurut Hesegem, operasi penegakan hukum telah gagal dan tidak berhasil hingga sampai jalan di tempat.
Karena dalam proses operasi penegakan hukum aparat TNI dan POLRI tidak berhasil menangkap saudara Egianus Kogoya dan Kawan-kawan yang telah melakukan pembantaian di Gunung Kabo,pada tanggal 2 Desember 2018, hingga sampai kita telah memasuki tahun 2021, kemampuan dan tindakan aparat sebenarnya tidak terukur, dalam proses pencarian kelompok OPM yang di duga telah melanggar hukum, kini sampai hari ini kita tidak pernah mendengar Kelompok yang dipimpin saudara Egianus Kogoya dan Kawan-kawannya telah ditangkap dan di proses. Dimanakah ribuan anggota yang di kirim dan ditugaskan di Papua?
Proses penegakan hukum tidak dapat berjalan dengan baik sesuai dengan harapan pemerintah Indonesia, karena masyarakat yang ditangkap dan di duga sebagai anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM), tidak pernah ditangkap dengan hidup-hidup. Untuk selanjutnya bisa diproses sesuai hukum yang berlaku.
Namun masyarakat yang diduga sebagai OPM langsung dieksekusi mati ditempat dan hanya yang diserahkan anggota TNI kepada pihak aparat penegak hukum hanya barang bukti tanpa disertai dengan orang yang ditangkap.
Apakah dengan cara penyerahan barang bukti tanpa disertai orangnya, disebut proses penegakan hukum dapat berjalan sesuai harapan Presisen Rebuplik Indonesia dan bagimana aparat Penegak hukum hendak meperdalam dan membongkar serta nengungkapkan jaringan Egianus Kogoya dan kawan-kawannya, yang hingga sampai hari ini, masih eksis di hutan dugama dan intan Jaya?
Menurut Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, pembela ham sedunia Theo Hesegem bahwa aparat TNI/POLRI perlu belajar proses penegakan hukum yang baik, sehingga penerapan hukum di lapangan dapat dilaksanakan sesuai dengan mekanisme atau undang-undang yang berlaku di Negara Rebuplik Indonesia.
Karena masyarakat sipil yang ditangkap tetapi ditembak, kemudian meletakan pistol di atas dada atau badannya, lalu aparat TNI hanya menyerahkan barang bukti saja kepada aparat penegak hukum. Dan aparat tidak berani membuktikannya, dalam proses penegakan hukum yang adil dan jujur, dalam penyelidikan bahwa benar-benar senjata itu milik OPM atau direkayasa oleh aparat di lapangan.
APARAT TIDAK BISA MEMBUKTIKAN NOMOR SERI SENJATA ATAU PISTOL
Menurut Hesegem pembela ham terkemuka Pegunungan Tengah, dapat menjelaskan, bahwa proses penegakan hukum sangatlah penting, sehingga setiap orang yang telah melakukan pelanggaran hukum harus di proses sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
Menurutnya penyitaan barang bukti senjata di tangan OPM adalah suatu keberhasilan aparat TNI/POLRI, hanya senjata yang dimaksud tidak bisa dibuktikan dalam proses penegakan hukum.
Misalnya Kepolisian sebagai aparat penegak hukum, dapat membuktikan dengan nomor seri Pistol atau senjata yang dirampas ditangan OPM untuk dapat membuktikan dengan nomor seri yang terdaftar di setiap Intitusi Kepolisian atau Militer. Karena semua senjata dan Pistol yang digunakan aparat TNI dan POLRI telah terdaftar dengan resmi di Intitusi masing-masing.
Sehingga nomor seri senjatanya perlu untuk dibuktikan, apabila dalam proses pembuktian, nomor seri senjata atau pistol memang tidak terdaftar berarti senjata atau pistol yang dimaksud adalah milik Organisasi Papua Merdeka.
Kemudian dalam proses pembuktian nomor seri senjata dan pistol terdaftar di Intitusi Militer atau POLRI berarti terjadi rekayasa dilapangan yang dilakukan oleh aparat.
Untuk itu bagi saya pembuktian nomor senjata sangat penting, tetapi sepengetahuan saya selama ini, pembuktian tidak pernah dilakukan oleh aparat sebagai penegak hukum, hal ini juga adalah bagian dari kegagalan dalam proses penegakan hukum.
Oleh sebabnya saya selalu menyampaikan operasi di Nduga dan Intan Jaya adalah operasi penegakan hukum yang gagal dan keliru.
PRESIDEN REBUPLIK INDONESIA TIDAK MENGHARGAI RAYATNYA SEDIRI
Prediden Rebuplik Indonesia tidak menghargai rayatnya sendiri, yang kini sampai hari ini, masyarakat Orang Asli Papua, sebagai Warga Negara, yang mana selalu mengalami korban kekerasan, namun seorang presiden hanya memilih diam saja.
Menurut saya seharusnya sorang presiden punya rasa kepedulian terhadap Warganya sendiri, masa seorang nomor 1 satu, tidak punya kebijakan sama sekali dari rasa kepedulian terhadap situasi Pelanggaran Hak Asasi Manuaia di Papua. Apakah Presiden Republik Indonesia mengirim Pasukan yang sangat berlebihan di Papua, adalah solusi Penyelesaian konflik kekerasan yang sedang berlangsung di Papua Barat.
Direktur Eksekutif YKKMP Papua Theo Hesegem, sebagai pembela ham mengungkapkan sangat kecewa dengan sikap seorang Presiden yang sama sekali tidak melindungi warga masyarakat sipil orang asli Papua, sebagai warga negara yang punya hak hidup dan bebas.
Presiden juga tidak mengha dan menghormati kepada masyarakat internasional yang selalu minta dan mendesak untuk membuka akses Komisi hak Asasi Manusia dari PBB dan Jurnalis Asing untuk masuk ke Papua.
Mungkin menurut Presiden Rebuplik Indonesia, krisis Kemanusiaan di Papua, dianggap suatu hal yang biasa bukan luar biasa, sehingga selalu mengirim pasukan untuk melakukan operasi Militer di Papua.
Pak Presiden yang mulia, saya sebagai pembela Hak Asasi Manusia di Papua, sangat heran dan merasa sedih sikap bapak presiden yang mana selalu mengirim pasukan dengan mengunakan Kapal Perang ke Papua Barat, hingga sampai bersandar di Jayapura, untuk operasi militer di Tanah Papua.
Saya minta kepada Bapak Presiden untuk tolong sampaikan dengan jujur kepada kami rayat Papua, terkait pengiriman Pasukan yang jumlahnya sangat berlebihan, kalau memang di tanah Papua, telah di jadikan sebagai daerah Operasi darurat Militer? Karena bagi kami jujur itu bagian yang penting yang harus diungkapkan seorang Presiden.
SEORANG PRESIDEN TIDAK BISA
DIJADIKAN OPM ADALAH MUSUH ABADI
Menurut pendapat saya seorang Presiden harus mencari solusi dan jalan keluar penyelesaian konflik antara OPM dan aparat di tanah Papua, bukan mengirim pasukan yang berlebihan Ke Papua Barat, supaya bertambah korban.
Saya sangat heran sikap seorang Presiden Rebuplik Indonesia yang sama sekali tidak memiliki rasa prikemanusiaan dan toleransi terhadap krisis kemanusiaan di Papua Barat.
Sebagai seorang presiden yang di akui masyarakat Dunia Internasional tetapi tidak punya kebijakan terhadap penyelesaian kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua, inikan menjadi sorotan masyarakat Internasional,saya yakin bahwa seorang presiden pasti punya cara tersendiri, namun selama ini presiden tidak pernah serius terhadap konflik di Papua dan memilih diam tanpa mencari solusi.
Penulis adalah Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua danPembela Ham Sedunia.
Publiser: Antonius Tebai