Papua dalam Krisis Solidaritas


 
Oleh: Dedidores May
(Sebuah Refleksi)
Apa itu Solidaritas?
Menurut KBBI, Kata solidaritas berasal dari kata sifat yang berarti, perasaan setia kawan dan senasip. Kemudian Jika diartikan dari kata kerja solidaritas berarti, kebersamaan, kekompakan terhadap sesama. Dengan demikian pengertian solidaritas merupakan suatu sikap interaksi sosial dalam masyarakat untuk saling bekerja sama dalam hidup agar memperoleh kesetaraan hidup bersama. Karena Manusia sebagai makhluk sosilal, maka membutuhkan orang lain. Aristoteles seorang filsuf yunani berpendapat bahwa, makhluk sosial merupakan zoon politicon, yang berarti menusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain. Pengertian mengenai manusia sebagai makhluk sosial, didefinisiakan juga oleh para filsuf lain dengan rumusan yang sama namun penggunaan bahasa yang berbeda. Inti yang hendak disampaikan dalam definisi manusia sebagai makhluk sosial ialah manusia tidak bisah hidup tanpa seorang diri. Manusia membutuhkan orang lain. Karena Manusia membutuhkan orang lain, maka aspek penting yang perluh di garis bawahi ialah saling bersolider.
Kata bersolider merupakan kata kerja dan mempunyai arti tersendiri. Kata bersolider jika dilihat dari pervektif kata kerja merupakan “tindakan atau aktivitas”. Kemudian jika ditilik dari arti kata dan makna dari kata bersolider merupakan rasa simpati dan tindakan empati terhadap orang lain yang mengalami persoalaan dalam hidup. Dengan rasa simpati dan tindakan empati terhadap manusia lain yang sedang mengami persoalan sosial, manusia sudah memberi arti dan makana dari kata bersolider. Dengan demikian, hidup saling membantu, saling melengkapi, memberikan perhatian dan berkorban demi sesama menjadi Roh dari bersolider atau definisi umumnya ialah Solidaritas.
Dalam buku Teori sosial Klasik dan moderen “1994” Karya Doyle Paul Jhonson, soladaritas merujuk pada suatu hubungan antara individu dan kelompok yang berdasarkan pada moral dan kepercayaan yang dianut bersama, serta pengalaman emosional bersama. Solidaritas yang di pegang, yaitu kesatuan, persahabatan, rasa saling percaya yang muncul akibat tanggung jawab bersama, dan kepentingan di antara para anggotonya. Pengertian akan solidaritas di perjelas oleh seorang sosiolog bernama Emile Durkheim; Solidaritas adalah perasaan saling percaya antara para anggota dalam suatu kelompok atau komunitas. Jika orang saling percaya maka mereka akan membentuk persahabatan, menjadi saling menghormati, terdorong untuk bertanggung jawab dan memperhatikan kepentingan bersama. Maka yang utama dalam kehidupan masyarakat adalah kekompakkan dan hidup bersama, kebersamaan menjadi kunci untuk membangun masyarakat yang tangguh dan missioner.
Melalui tulisan refleksi ini, penulis menyadari betapa pentingnya sikap solidaritas dalam hidup bersama sebagai makhluk sosial. Sikap solidaritaas menjadi penting dalam hidup bersama karena dengan bersolider manusia dapat hidup dengan rasa aman, damai tentram dan harmoni. Jika sikap solidaritas dalam hidup bersama sebagai makhluk sosial tidak diperioritaskan akan terjadi ketimpangan sosial, politik dan ekonomi. Akibat ketimpangan sosial, politik dan ekonomi dapat terjadi, penderitaan, perpecahan, permusuhan, pertikaian, kekacauan dan berbagai hal buruk dalam hidup sosial.
Mengapa solideritas itu penting?
Manusia sebagai makluk bebas, makhluk sosial dan dalam kesadaranya manusia yang berbudi baik dan Luhur, ingin hidup damai, nyaman, tentram dan harmoni. Sekalipun manusia hidup dalam Multikulturalisme, manusi tetap menghendaki agar hidup tentram dan damai. Namun seringkali terjadi persoalan sosial dalam hidup bersama lebih-lebih dalam masyarakt multikulturalisme. Akibatnya terjadi ketimpangan sosial seperti perpecahan, pertikaian, peperangan dan kekacauan. Usaha mencegah ketimpangan sosial dalam hidup bersama ialah aspek solidaritas. Karena melalui aspek solidritas kita dapat melakukan aksi nyata untuk saling peduli, menghargai dan mengangkat bagi kaum yang tersisikan dan termarjinal.
Negara Indonesia termasuk Negara yang hidup dalam multikulturalisme sehingga sikap toleran menjadi aspek utama. Sikap toleransi sendiri mepunyai hubungan dengan sikap bersolider. Sikap toleransi merupakan sikap menghargai kebudayan dan kepercayaan orang lain. Dengan sikap menghargai atau toleransi, manusia terlibat aktif dalam usaha menciptakan keharmonisan bersama dan melawan keetimpangan sosial. Dengan demikian sikap toleransi termasuk sikap solidaritas kita terhadap sesama yang berbeda budaya, kepercayaan, suku, ras dan golongan. Namun, apa bila sikap toleransi bukan lagi menjadi sikap prioritas dalam hidup berbangsa dan bernegara dalam situasi hidup sosial justru melahirkan ketimpangan-ketimpangan sosial.
Situasi Papua dalam Krisis Solidaritas?
Konflik antara TNI AD dan TPNPB, yang menewaskan 4 orang TNI, dengan konflik pembunuhan tersebut, mengakibatkan masyarakat maybarat Lima Distrik kabupaten maybarat Papua Barat, mengungsi kehutan insiden penyerangan Pos Koramil persimpangan untuk mengoperasi kampung Kisor, Distrik Aifat selatan, Maybrat. Karena terjadi pembunahan terhadap TNI AD maka TNI/POLRI gadungan mencari pelaku pembunuhan terhadap Anggota TNI 4 Orang yang telah tewas. Pengungsi, para tawanan, di Kabupaten maybrat, Distrik Aifat,yang dapat mengungsi ke hutan, karena beberapa distrik di penuhi atau ditempati oleh Militer gabungan yakni TNI dan POLRI. Pada hari Kamis 02 September 2021 yang lalu.
Peranan Gereja dalam Sikap Bersolider
Dalam lembaga Gereja katolik melalui ajaran social gereja Gaudium et Spes Memberikan peranan Gereja sebagai bentuk solidaritas terhadap persoalan sosial dengan pernyataan: Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama yang miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus juga, tiada sesuatu pun yang sungguh manusiawi, yang tidak bergema dalam hati mereka (GS. 1).69
Dengan demikian Gereja sebagai lembaga agama dalam masyarakat ikut terlibat dalam panggilan Kudus, yakni mengangkat dan membebaskan masyarakat yang semakin dimarjinalkan, ditindas oleh kekuasalan sosial, politik, ekonomi dalam berbagi Negara. Misi lembaga Gereja dalam bersolider terhadap persoalan sosial merupakan warisan Pribadi Yesus Kristus yang memangil dan membentuk Gereja dalam terang Roh Kudus. Dengan demikian, mengabaikan sikap panggilan bersolider terhadap ketimpagan sosial, politik dan ekonomi dalam lembaga gereja terhadap masyarakat yang kecil, marjinal merupakan sikap penyangkalan Gereja terhadap pribadi Yesus Kristus yang telah memanggil dan membentuk Gereja dalam terang Roh Kudus.
Refleksi Pribadi Dalam Terang Injil
Dalam Injil; Mat 9:32-38 mengajarkan kita untuk berbela rasa bagi sesama kita yang lain, berbela rasa yang sikap dasarnya ialah kasih. Dengan sikap kasih ini kita memberi tenaga dan pikiran kita kepada orang lain tanpa meminta atau menerima kembali apa yang kita berikan kepada orang lain (Imbalan). Yesus mewartakan atau memberitakan injil dengan melakukan mujizat-mujizat yakni melayani orang-orang sakit dan orang butah serta yang kerasukan setan. Tidak hanya itu dalam pewartaan-Nya, Yesus Kristus secara konsekuen menanggung seluruh perintah Allah yang diberikan kepada-Nya.
Tanpa mengeluh ia menjalani tugasnya dengan baik hingga memberikan diripun secara utuh bagi manusia. Dalam pewartaan-Nya, Dengan tegas dan Jelas Yesus Kristus berpihak kepada orang-orang miskin dan orang yang paling terkecil. Kita sebagai sesama manusia hendaknya kita saling memperhatikan sesama kita. Baik teman, sahabat, keluarga dan juga orang lain yang kita tidak kenal. Ingat bahwa kita adalah makhluk yang sama dan mempunyai tujuan hidup yang sama. Manusia adalah makhluk individu yang selalu hidup bersama, tidak satupun manusia itu hidup sendiri, sebab itu manusia diciptakan olah Allah untuk hidup berdampingan.
Agar apa yang dibutuhkan itu bisa terpenuhi, Seperti dalam injil Matius “Yesus menyembuhkan orang buta serta yang kerasukan setan, sebelum Yesus menyembuhkan orang buta tersebut itu. Orang buta tersebut dituntun oleh orang yang sehat agar ia juga dapat melihat kembali dengan baik dan terlepas dari serangan setan. Kita juga perlu berbela rasa dengan orang lain dan merima keberadaan orang lain, seperti diri kita yang lengkap secara untuh baik dari rambut hingga kaki. Maka kita saling memperhatiakan dan saling mengasihi sesama kita, seabab kasih adalah hal yang utama dalam hidup manusia dengan dasar kasih Yesus.
Para Uskup, Imam, Biarawan, Biarawati dan kaum Awam Gereja. dipanggil untuk melayani umat. Secara totalitas, para pelayan Gereja mengambil Spiritualitas Yesus Kristus yang menjadi kepalanya dalam Persekutuan Roh Kudus. “Setiap orang di panggil bukan untuk dilayani melaikan untuk melayani, memberikan nyawa sebagai tebusan bagi banyak orang”,Mat 20:28. Kalian harus mengikuti teladan-Ku, Karena aku datang untuk banyak orang dan menebuskan dosa-dosa mereka. Dengan jelas bahwa setiap pelayan Gereja kita di panggil untuk memberikan diri kita secara penuh, artinya bahwa segala suka, duka umat, Gereja mempunyai perhatian secara utuh kepada Umatnya.
Merasa susah, senang, canda tawa, di tengah-tengah mereka, seperti kepala Gereja yakni Yesus Kristus yang menjadi pusat bagi banyak orang. Setiap pelayan Gereja kita di panggil, untuk melayani, bukan untuk di layani.
Namun dalam berbagai dimensi hidup jaman moderen, sangat mengabaikan umatnya, dan kurang memperhatikan suka, duka umat, banyak Umat, terkelana, bagaikan anak ayam yang kehilangan induknya. Umat sangat merindukan Figur pelayan Gereja yang benar-benar ada di tengah mereka, dan ini adalah sebuah kerinduan Umat terlebih khusus di atas tanah Papua. Tidak sedikit umtuk yang mengeluh karena kurangnya perhatian dari seorang pelayan Gereja. Terkadang kerinduan hanya menjadi hal yang terpendam dalam batin Umat, sebagai Umat kecil tidak mampu bersuara karena jabatanya atau status sosialnya rendah.
Hal ini sangat bertangtangan, dengan bacaan injil diatas, bahwa pelayan Gereja yang mestinya memberikan perhatian kepada Umatnya, namun tidak sesuai dengan apa yang di harapkan. Bacaan Singat diatas sengat jelas memperingatkan kepada kita yang di panggil sebagai pelayan Gereja untuk melayani secara totalis dan memberikan diri kita secara penuhnya, bukan mengambil dan menerima saja dari Umat, tetapi kita harus memberikan pelayan apa yang di harapkan oleh umat, dan terutama adalah membersatukan umat dan kepala Gereja yakni Yesus Kristus melalui Bapa Putra dan Roh Kudus, dan dalam Tubuh dan Darah Kristus. Menyelamatkan umat dari kekeringan Rohani, tugas pelayan Gereja untuk menyelamatkan Umatnya bukan membiarkan umatnya berkelana.
*Penulis adalah Mahasiswa STFT Fajar Timur Abepura-Papua
Editor: Anton T.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *