Oleh: Siorus Degei
Kita semua tentunya bangga dan sangat mengapresiasi dengan adanya seorang perempuan asli Papua, Kezya Ami Erna Kagaimu Edoway yang terpilih menjadi kandidat Miss Ultra Universe mewakilih Indonesia pada Ajang pemilihan ratu kecantikan dunia Miss Ultranational di Sao Paulo, Brazil pada Februari 2022. Ungkapan kebanggaan itu ditunjukkan oleh Gubernur Papua, Lukas Enembe, ketika Miss Kezya didampigi oleh Laurensius Kadepa, DPRP, berkunjung ke Kediaman di Koya Tengah, Distrik Muaratami, Kota Jayapura, Selasa 26 Oktober 2021. Hal ini diungkapkan oleh Miss Kezya sendiri.
“Ya, tadi respon bapak Gubernur sangat luar biasa support. Dukungan kepada Kezya Edoway dalam ajang itu, baik secara moril maupun materiil,” kata Laurenzus Kadepa kepada Pasific Pos, setelah pertemuan di kediaman Gubernur Lukas Enembe.
Hal senada diungkapkan juga Laurens Kadepa selaku mediator antar Kezya dan Gubernur, bahwa memang Gubernur sangat bangga sekali, sebab Kezya adalah satu-satunya perempuan asli Papua yang bisa berkoberkompetis Ajang Putri Kencantikan level Internasional, beliau juga berpesan agar Kezya memberihkan prestasi yang terbaik bagi Papua, sebab nama Papua sudah harum melalui PON, sehingga beliau mengharapkan di Bidang Putri Kecantikan ini nama Papua bisa diharumkan lagi.
“Ternyata langsung direspon dan disupport. Dan beliau pun memberi dukungan dan sampaikan Torang Bisa, semoga mendapatkan juara. PON sudah sukses dengan prestasi luar biasa, semoga kompetisi ini juga dapat juara, itu pesan Gubernur,” ungkapnya, (https://www.pasificpos.com/gubernur-bangga-dan-beri-dukungan-kepada-kezya-edoway-ikuti-miss-ultranational-di-brazil/, Minggu, 27 Februari 2022, Pukul. 21:24 WIT).
Lantas apa yang hendak penulis gugat di sini? Mengapa penulis mengankat isu ini ke hadapan publik?
Wajah Papua di Kancah Internasional
Kita bisa meralat tema itu dengan pertanyaan seperti, Apakah Problem Papua saat ini adalah problem nasional atau Internasional? Yang perluh dicatat dengan tinta merah dalam benak bangsa Papua dewasa ini adalah bahwa problem Papua itu sudah masuk iklim Internasional, masalah Papua, khususnya problem Status Politik dan Pelanggaran HAM, itu sudah menjadi wacana Internasional, sehingga proses, tahapan, metode dan mekanisme penyelesaiannya juga harus berbasis Internasional, bukan domestik atau nasional.
Hari-hari ini Indoensia sedang mendomestifikasi atau menasionalisasi persoalan Papua, suatu tindakan yang tidak rasional. Jakarta hendak menyulap masalah Papua yang adalah masalah Internasional itu menjadi hanya masalah Nasional belaka dan beriktihar menyelesaikannya dengan dan melalui mekanisme Nasional yang sangat sepihak. Apa bukti konkretnya jika masalah Papua adalah masalah Internasional? Lantas bagaiman kerja taktis da strategis Jakarta dalam mendomestifikasi masalah Papua dan mengelabui dunia jika Papua aman dalam bingkai NKRI?
Pertama, Special Procedures Mandate Holders (SPMH PBB) baru-baru ini menggegerkan kita semua, khsusnya Pemerintah Pusat dengan datangnya surat guna meminta data dan klarifikasi atas 11 poin terkait dengan dugaan penghilangan paksa, penggunaan kekerasan berlebihan, penyiksaan, dan pemindahan paksa di Papua dan Papua Barat pada periode 2021 lalu. Hal ini dibenarkan oleh Deputi Bidang Koordinasi Politik Luar Negeri, Rina P. Soemarno
“Komunikasi kepada Pemerintah Indonesia ini bukan yang pertama, dan sudah sering, berkali-kali, pemerintah Indonesia menjawab permintaan informasi dan klarifikasi tersebut,” kata dia, (https://www.cnnindonesia.com/internasional/20220212145049-106-758362/pbb-surati-ri-minta-klarifikasi-dugaan-penghilangan-paksa-di-papua, Minggu, 27 Februari 2022, Pukul. 21:26 WIT).
Nuansa takaru-karuan di Jakarta ini semakin diperparah lagi dengan desakan dari Parlemen Belanda kepada Pemerintah Indonesia mendorong Komisaris HAM PBB untuk mengunjungi Papua. Berikut ini isi mosinya.
“Belanda Mendorong Komisioner Tinggi PBB Dewan Hak Asasi Manusia Mengunjungi West Papua, 2022. Mengingat amnesti internasional melaporkan setidaknya 96 kematian dalam tiga tahun terakhir. Sebagai akibat dari kekerasan oleh aparat keamanan atau polisi Indonesia di West Papua.
Mengingat wartawan dan organisasi hak asasi manusia belum diizinkan masuk ke wilayah tersebut, mengingat presiden Indonesia Widodo berjanji pada tahun 2018, bahwa komisaris tinggi hak asasi manusia PBB, akan diizinkan untuk mengunjungi Papua barat tetapi sejauh ini masih belum terjadi, juga apakah badan hak asasi manusia PBB telah diberikan akses, kami menyerukan kepada kabinet untuk memanggil Indonesia secara bilateral dan dalam kontak UE untuk memfasilitasi kunjungan oleh komisaris tinggi PBB untuk hak asasi manusia Bachelet ke Papua Barat dan di UPR (Universal Periodic Review) Indonesia di forum kemanusiaan dewan hak untuk menarik perhatian hak asasi manusia di Papua Barat.
Mosi ini ditandatangani bersama oleh Drs. Piri (Partai dan Drs. Mulder (CDA), Mr. DON CEDER, Anggota Parlemen (Christina Union) pada 01 Februari 2022.” (https://youtu.be/59JITzQzlNY, Minggu, 27 Februari 2022, 21:23 WIT).
Jadi, selain dari 183 Negara yang mendukung, mendorong dan mendesak kunjungan dewan HAM PBB ke Papua dan Penentuan Nasib Sendiri Bagi Bangsa Papua, dua desakan di atas kurang lebih semakin memanaskan langkah diplomasi Indonesia dalam percaturan politik global, sehingga mereka harus menempuh ragam taktik dan strategi untuk bisa mengelabui dunia internasional yang semakin mencium luka busuk pelanggaran HAM di Papua.
Kezya Edowai Sebagai Korban Pencitraan Indonesia di Kancah Internasional
Barangkali ingatan kita masih segar dengan perhelatan Pekan Olahraga Nasional yang ke XX di Papua pada tahun kemarin (2021). Sejatinya, bila kita kritisi, maka terbilang bahwa PON XX di Papua merupakan alibi Pemerintah Pusat di Jakarta untuk mengelabuhi dunia bahwa Papua aman, nyaman dan damai dalam pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan prestasi olahraga Indonesia semakin naik daun. Hal ini ditegaskan sendiri oleh Matfud MD, Menkopolhukam di akun Twitternya.
“Papua aman dan damai, Dunia olaraga RI semakin maju, ada yang me mecahkan rekor nasional bukan ASEAN, Papua cinta NKRI, Tokoh dan rakyat Papua berteriak “Papua Untuk NKRI”, (Menko Polhumkam Mahfud MD pada cuitan Tweeternya, 15:58. 16 Okt 2021, (Minggu 27 Februari 2022, Pukul. 21:39 WIT).
Ada satu hal yang sempat kontoversi pada permulaan perhelatan PON, yakni ditunjukkannya Nagita Slavina, Istri Raffi Ahmad, seorang selebritis ternama TaTanaAir untuk menjadi Duta PON XX 2021 di Papua berdampingan dengan Boaz Salossa, Pesepakbola Profesional Tanah Air.
Penunjukan ini siraman kritikan dari banyak pihak, salah satunya dari Komika asal Indonesia Timur, Arie Kriting, dalam cuitan Twitternya, Arie menyayangkan penunjukan Nagita Slavina sebagai Duta PON Papua, ia berkeluh mengapa bukan Perempuan Asli Papua sendiri, sebagai representasi kepapauan, sehingga dunia lebih mengenal Papua secara natural.
“Penunjukan Nagita Slavina sebagai Duta PON XX Papua ini memang pada akhirnya dapat mendorong terjadinya cultural appropriation. Seharusnya sosok perempuan Papua, direpresentasikan langsung oleh perempuan Papua,” tulis Arie dalam akun media sosialnya, Kamis (3/6/2021), (https://www.beritasatu.com/hiburan/782543/arie-kriting-kritik-penunjukan-nagita-slavina-jadi-ikon-pon-xx-papua, Minggu, 27-02-2022, Pukul. 21:47 WIT).
Cuitan Arie ini mendapatkan banyak respon positif dari banyak kalangan selebritis Tanah Air. Dan memang itu sangat positif. Namun rupanya itu tidak digubris sama sekali oleh pengampuh kewenangan.
Penulis mensinyalir bahwa penunjukan Kezya Edowai sebagai Delegasi Miss Indonesia di Ajang Miss Ultra Universe merupakan sebuah strategi sinonim pemerintah untuk mengelabuhi dunia. Bahwa, Jakarta sengaja tidak memilih perempuan asli Papua untuk menjadi duta PON XX, tetapi Jakarta memilih perempuan asli Papua untuk menunjukkan pada dunia bahwa selain Melayu, Melanesia juga merupakan salah satu rumpun ras yang menghuni Asia, khususnya Indonesia. Bahwa, Melayu dan Melanesia adalah Satu dalam bingkai NKRI. Hal telah menjadi nyata dalam pontingan, Sdri. Erlience Gobai, Ibu dari Miss Kezya Edowai yang menemaninya selama mengikuti ajang Miss Internasional.
“Aku Papua identitas diri dan Budayaku dapat ditunjukkan pada dunia, supaya dunia tahu bahwa Indonesia itu bukan hanya Ras Melayu, tapi ada Ras Melanesia juga
Dunia tahu bahwa di Benua Asia itu hanya ada Ras Melayu, padahal ada Ras Melanesia dan itu dapat ditunjukkan melalui kehadiran Miss Kezya Edowai dalam Ajang Miss Ultra Universe.Dengan penampilannya berbusana Khas Papua “Noken” yang juga sudah terdaftar di UNESCO.
Itulah gambaran kami Indonesia. Kami punya perbedaan Agama, Ras, Suku, dan Bahasa ( kurang lebih 700 Bahasa), tapi kami BERSATU dalam 1 Bahasa, yaitu Bahasa Indonesia. Itulah kekayaaan dan keberagaman kami Indonesia.”, (https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=3170343813185580&id=100006299775771, Minggu 27-02-2022, Pukul. 22:05 WIT).
Ada tiga hal yang hendak Penulis kemukakan
Pertama, penulis sama sekali tidak mengeritik Kezya Edowai sebagai sebuah eksistensi personal, ia sebagai person yang mengangkat harkat dan martabat orang Papua, khususnya perempuan asli Papua yang selama ini terpenjara patriarki, tetapi penulis hendak mengeritik Miss Kezya sebagai sebuah esensi personal, objek yang di-setting oleh penguasa untuk mengelabuhi opini global, sama seperti Nagita Slavina, ia tidak punya kepentingan dalam politik, tapi dia dipolitisir oleh penguasa. Maksdnya penulis hendak mengeritik kerja taktis dan strategis yang sedang ditempuh Jakarta dalam mengelabui operasi global, khususnya PBB, Parlemen Belanda, 183 Negara, dan komunitas internasional lainnya yang lagi fokus memandang persoalan Papua dan berikhtiar menyelesaikanya di balik kiprah dan passion Miss Kezya Edowai.
Hemat penulis, keterlibatan Miss Kezya dalam ajang Miss Ultra Universe di Brazil itu mempunyai magnet politis-diplomatis yang kuat bagi Indonesia untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Papua, sekalipun notabenenya berbeda secara rasial dengan mayoritas penduduk Indonesia yang Melayu, tetapi terbukti secara global bahwa Melanesia bangga menjadi bagian dari Melayu, dan sebaliknya Melayu juga bangga menjadi bagian dari Melanesia (Papua). Jadi, tabir global yang selama ini memperkeruh wajah Indonesia di dunia itu, bahwa Indonesia adalah bangsa Rasialis, Diskriminatif, Antipati, Apatis dan Subordinatif terhadap orang Papua yang adalah Rumpun Melanesia itu dengan sendirinya akan hilang, dan Indonesia akan kembali melakukan alibinya. Alibinya yang sangat nampak itu terlihat dari dukungan solidaritas terhadap Konflik Nyammar, di mana Presiden Jokowi sendiri melalui Cuitan Twitternya bersolidaritas bersama rakyat Nyammar.
“Kita tidak boleh lelah untuk terus membantu rakyat Myanmar. Bersama-sama kita pasti bisa membantu mereka. Mereka berhak untuk menikmati perdamaian, kesejahteraan, dan demokrasi,” ujar Jokowi,(https://news.detik.com/berita/d-5955348/jokowi-solusi-yang-adil-bagi-rakyat-myanmar-tak-bisa-ditunda-tunda-lagi, Minggu 27-02-2022, Pukul. 22:20 WIT). Juga seperti yang saat ini sedang mencuat, dimana semua pihak di Istana berbondong-bondong bersolidaritas kepada Ukraina akibat invasi Rusia.
Pada waktu yang bersamaan rakyatnya di Papua mengalami Krisis Kemanusiaan yang bukan main akibat Operasi Militer dan Pengungsian Massif di Intan Jaya, Ndugama, Kiwirok-Pegunungan Bintang, Maybrat, Yahukimo dan Puncak Jaya, namun beliau sama sekali tutup mata, telinga, akal budi dan hati nuraninya.
Kedua, para diplomat Indonesia akan memakai kiprah Miss Kezya Edowai ini untuk menggagalkan niat United Liberation Movement For West Papua (ULMWP) untuk bergabung sebagai Fullmember atau anggota penuh di Melanetion Spread Group (MSG), Pacific Island Forum (PIF) dan Africa Caribbean and Pasific (ACP). Karena, selama ini status politik ULMWP hanya sebatas Observer atau Pegamat, sekursi bersama Indonesia. Dalilnya yang akan dijagokan oleh para diplomat Indonesia adalah bahwa Indonesia itu identik dengan Melayu-Melanesia, bahwa selain Melayu, di Indonesia itu ada Melanesia, dan ini sudah terbukti dengan esensi perhelatan Miss Kezya Edowai di Jang Miss Ultra Universe di Brazil.
Ketiga, perluh diketahui bahwa di sisi lain, bisa tersinyalir bahwa Penunjukan Miss Kezya Edowai, Perempuan Asli Papua, asal Meepagoo, ayahnya dari Deiyai dan ibu dari Paniai itu merupakan hadiah dari negara untuk orang Paniai, sebab pada 13 Februari 2022 Kasus Paniai Berdarah mulai diselesaikan berdasarkan mekanisme hukum NKRI. Jadi, barangkali semua orang Meepagoo pasti sangat bangga dan mengapresiasi kesusksesan salah satu perempuan terbaiknya, tetapi dalam waktu yang bersamaan Kasus Paniai Berdarah, yang adalah duka kolektif bangsa Papua, khususnya rakyat Paniai itu terbatasi secara tertutup, rahasia dan alot dalam bingkai NKRI, tidak teratasi seperti apa yang selama ini didambakan oleh bangsa Papua, khususnya warga Paniai, yakni terselesaikan secara adil, demokratis, terbuka, dan damai dalam bingkai hukum internasional. Tapi lagi-lagi, bangsa Papua sepertinya serupa “Ikan Puri”, rameh-rameh terperangkap jerat NKRI melalui Penunjukan Miss Kezya Edowai dan kegiatan Pemuda Peduli Paniai (PPP) pada 13-14 Februari 2022 di Lapangan Karel Gobai, Paniai, yakni Kegiatan Penanaman Bibit Pohon di zona rawan longsor dan Konser Musik Regea, dengan dihadiri dua bintang Tamu; Komika Yewen dan Rapper Nasional, Zein Panzer.
Jadi, Miss Kezya Edowai dan Kegiatan Pemuda Peduli Paniai yang lagi viral sepanjang Februari 2022 ini, tidak lain dan tidak bukan adalah dua kerja taktis dan strategis Jakarta untuk mengelabuhi rakyat Papua, khususnya rakyat Paniai untuk tidak dengan Kritis, analitis dan objektif mengawal mekanisme penyelesaian kasus Paniai Berdarah di Jakarta dalam dan melalui mekanisme Hukum Internasional, tetapi membiarkannya terlaksana dalam bingkai hukum NKRI. Rakyat Papua, khususnya Paniai, melalui treat record Miss Kezya Edowai dan Panitia Peduli Paniai telah tampil menjadi partner penyelesai Kasus Paniai Berdarah yang Budiman.
Tetap Fokus Desak Penentuan Nasib Sendiri Bagi Bangsa Papua
Dengan demikian kita cukup tahu bahwa di balik penunjukan Miss Kezy Edowai sebagai Delegasi Miss Indonesia dalam Ajang Miss Ultra Universe di Brazil terselib ragam taktis dan strategis politis-diplomatis Indonesia dalam Memdomestivikasi Problem Papua dan Menjustifikasi Eksistensi Melanesia sebagai satu-kesatuan Rumpun bersama Melayu dalam bingkai NKRI. Sehingga penulis merekomendasikan beberapa hal:
Pertama, sebagai pemimpin politik, Gubernur semestinya tidak saja mentok ke ranah kerempeng seperti Sportivitas semu, beliau juga mesti peka akan taktis dan strategis picik Jakarta diterapkan di Papua. Hal ini penting, agar Pidatonya yang menegaskan bahwa orang yang paling tidak bahagia di dunia adalah orang Papua itu benar adanya, bukan embel-embelan semu, supaya dinilai pro rakyat, padahal kinerjanya sangat pro kepentingan Jakarta.
Kedua, sebagai sosok yang selaluh mengeritik pemerintah, seyogianya Sdr. Laurensius Kadepa sebagai Legislator Papua yang frontal, getol dan vokal memperjuangkan HAM, paling kurang bisa sedikit demi sedikit memperhatikan untung-ruginya mengfasilitasi Miss Kezya Edowai. Sebab, jika apa yang dianalisis oleh penulis pada pemaparan di atas benar adanya, maka terbilang bahwa Sdr. Laurensius Kadepa yang sempat menawarkan dirinya serta beberapa tokoh Papua sebagai jaminan atas pengahilan perawatan Victor Yeimo, Juru Bicara KNPB itu tidak terkesan turut menyukseskan Jakarta.
Ketiga, penulis sangat mengharapkan bahwa bangsa Papua mesti frontal, getol dan vokal untuk mendukung, mendorong dan mendesak Kunjungan Dewan Tinggi HAM PBB ke Papua, Pembebasan Victor Yeimo Tanpa Syarat, Pembebasan 8 Tapol pada 1 Desember 2021, Stop Militerisme, Segera Dialog Jakarta-Papua (JDP), Rekonsiliasidan Komprehensif (JDRP2) dan agenda Penentuan Nasib Sendiri. Inilah agenda-agenda yang mesti dipusingkan oleh bangsa Papua, ketimbang agenda-agenda kerupuk yang tidak lain ialah agenda Dekolonisasi dan Depopulasi Bangsa Papua menuju ambang Ekosida dan Genosida.
)* Penulis Adalah Mahasiswa STFT “Fajar Timur” Jayapura-Papua.
Publisher: Admin