Dalam situasi berita gembira Uskup OAP Pertama dan Harapan Gereja Papua. Di tengah-tengah lipuran dan guyuran berita duka dalam sanubari, nurani dan naluri bangsa Papua. Di tengah fenomena etnosida (Pemusnaan Kebudayaan), Spiritsida (Pemusnahan Mental/Spritual), Ekosida (Pemusnahan Ekologi) dan Genosida (Pemusnahan Bangsa Melanesia) di Papua hadir, lahir dan tampil sebuah ‘OASE’ atau “Angin Segar” atau “Embun Sejuk” dari Sri Paus Fransiskus di Vatikan Roma, bahwa salah satu putra terbaik baik bangsa Papua terpilih sebagai Gembala Utama di Tanah Papua, tepatnya di Keuskupan Jayapura sebagai Uskup Orang Asli Papua Pertama.
Berita penunjukan Pastor Yanuarius Teofilus Matopai You sebagai Uskup Terpilih di Keuskupan Jayapura menggantikan Uskup terdahulu Mgr. Leo Laba Ladjar OFM. Hemat penulis dengan terpilihnya uskup baru menjadi sebuah “siraman iman, harapan dan kasih “dari Allah Bapa kepada Umatnya di bumi Cendrawasih yang masih berada dalam lautan kedukaan atas kepulangan pahlawan-pahlawan bangsanya secara fajar dan bertubi-tubi.
Bahwa dengan terpilihnya Pastor Yanuarius You sebagai Uskup Keuskupan Jayapura-Papua kini iman orang asli Papua bahwa mereka adalah “Israel Kedua”, “Papua Tanah Injil “ dan “Papua Bangsa Kesayangan Tuhan” itu menyata dan konkrit. Kasih orang Papua juga mulai mereka dengan terpilihnya salah satu putra asli bangsanya sebagai Uskup. Dan harapan orang asli Papua bahwa Papua itu Tanah Damai, Papua Itu Surga Kecil Yang Jatuh Ke Bumi, Papua Itu Bukan Tanah Kosong dan Papua Itu Penuh Kemuliaan Tuhan semakin terwujud.
Mengenal Uskup Terpilih, Putra Asli Papua Pertama
Pada Sabtu, 29 Oktober 2022 terukir sejarah baru dalam sejarah gereja Katolik Papua. Setelah Gereja Katolik masuk di tanah Papua pada 22 Mei 1894 (128 tahun) oleh Pastor Le Cocq SJ di Sekeru Fak-Fak Papua Barat. Dan untuk pertama kalinya Uskup Orang Asli Papua, P. Dr. Yanuarius You MA, diumumkan oleh Tahta Suci Vatikan melalui Uskup Jayapura sebagai Uskup baru Jayapura. Ia akan menggantikan Uskup Leo Laba Ladjar OFM yang telah memasuki usia pensiun sebagai Uskup.
Terpilih Uskup Orang Papua merupakan doa dan harapan umat Katolik bahkan dedominasi Gereja di tanah Papua selama ini. Karena itu ketika diumumkannya Pastor Yanuarius You sebagai Uskup Jayapura oleh Bapa Uskup Leo Laba Ladjar OFM pada 29 Oktober pukul 19.00 waktu Papua, secara spontan umat Katolik Keuskupan Jayapura sontak teriak histeris disertai tangis haru. Banyak dari mereka terlontar kata-kata seperti, _Puji Tuhan, Terima Kasih Tuhan, Bunda Maria Terima Kasih, Terpujilah Tuhan dan seterusnya.
Ucapan selamat Kepada Uskup Baru banyak terbaca di media sosial. Uskup Terpilih ini bukan sembarang orang melainkan ia merupakan salah satu pastor senior yang lama hidup di tengah umat di pedalaman Papua hingga di paroki kota. Ia benar-benar pastor lapangan yang kaya dengan pengalaman Pastoral.
Setelah lama di lapangan sebagai pastor Paroki, pada 10 tahun belakangan ini, ia mulai fokus dengan studi kemudian menjadi ketua Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Fajar Timur (STFT FT). Ia melanjutkan jabatan sebelumnya yang telah ditinggalkan oleh P. Dr. Neles Tebay pada 2019.
Banyak pihak di Papua dan Indonesia bertanya siapa sesungguhnya Uksup terpilih Keuskupan Jayapura, Mgr. Yanuarius You Pr?
Yanuarius You dilahirkan di Uwebutu Paniai pada 1 Januari 1969, anak kedua dari enam bersaudara dari pasangan Lukas You dan Rosalina Tatogo. Ia menempuh pendidikan formal SD YPPK St. Don Bosco Uwebutu, SMP YPPK St. Fransiskus Assisi Epouto, SPG Taruan Bakti Waena, Sekolah Tinggi Teologi Katolik (STTK) (sekarang Sekolah Tinggi Filsafat Teologi-STFT) Fajar Timur, Program Magister Universitas Gadjah Mada, dan Program Pascasarjana Doktor Ilmu Sosial Universitas Cenderawasih.
Yanuarius You pernah bekerja sebagai pelayan umat di Paroki Kristus Sahabat Kita di Nabire. Ia menjadi figur guru di SMA Adiluhur Nabire selama tiga tahun dan Bapak Perintis Asrama Taruna Karsa Nabire. Ia berkarya di Paroki Sta. Maria Bintang Laut Kokonau (1983), Paroki Kristus Sahabat Kita Nabire (1987-1990), Tahun Rohani Pondok Emaus Tateli Manado (1986/1987), dan menjalani masa diakonat di Paroki Kristus Sahabat Kita Nabire (1990-1991).
Pada 16 Juni 1991, ia ditahbis menjadi pastor dengan tugas pertama sebagai Pastor Paroki Kristus Terang Dunia, Jiwika Kurulu Wamena sampai 1998. Ia menjadi Pastor Paroki St Wilbrodus Arso Keerom di perbatasan Indonesia dan Papua Newguinea serta menjadi Pastor Dekan (1998-2002). Ia mendapat tugas pelayan untuk melayani umat sebagai pastor Paroki di Katedral Kristus Raja dan Vikarius Jendral (Vikjen) di Keuskupan Jayapura (2002-2007).
Menapaki usia kepala empat ia menempuh pendidikan magister di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada selama dua tahun (2008-2010) dengan tesis berjudul “Efektifitas Pendidikan Seksualitas untuk Peningkatan Kontrol Diri atas Perilaku Seksual Bagi Remaja Seminari”. Selama dua tahun itu pula, banyak pendidikan ekstra ia tempuh, yaitu: pelatihan jurnalistik oleh Lembaga Pelatihan Jurnalistik Bernas (LPJB), Pendidikan Seksualitas Remaja, kursus teknik pendampingan konseling, psikospiritual, aneka terapi psikologis, psikotes, dan statistik.
Tidak cukup magister, ia menempuh pendidikan pada Program Pascasarjana Doktor Ilmu Sosial Universitas Cenderawasih Jayapura (2015-2018) dengan disertasi berjudul “Laki-Laki Hubula dalam Perspektif Gender pada Masa Dulu dan Kini di Lembah Balim Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua.”
Jabatan terakhir Mgr Uskup terpilih, Dr. Drs. Yanuarius You, MA. Adalah dosen Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Fajar Timur dan Sekolah Tinggi Pastoral Katektik (STPK) Yohanes Rasul Waena, pembina para calon imam Keuskupan Jayapura, dan sejak 2015 hingga 16 September 2019 menjadi Ketua Yayasan STTK Papua. Tugas terkini sejak September diangkat sebagai Ketua STFT Fajar Timur Abepura Papua, (https://www.victorynews.id/humaniora/pr-3315376263/rd-yanuarius-theofilus-matopai-you-putra-asli-papua-pertama-jadi-uskup-keuskupan-jayapura, 01/11/2022).
Kilas Balik Sejarah Perjuangan Uskup OAP
Kilas balik perjuangan penuntutan adanya Uskup Orang Asli Papua di Papua. Sejatinya adanya Uskup OAP itu menjadi kerinduan terdalam semua orang yang ada di Papua dan doa batin bangsa Papua. Dan akhirnya itu semua terpenuhi dan terkabul. Namun rasanya doa saja tidak cukup, karena doa tanpa aksi itu serupa juga dengan iman tanpa perbuatan. Istilah Latin klasik yang sering kita dengar atau mungkin diucapkan adalah Ora Et Labora, Beroda dan Bekerja, sudah terpatri sebagai semboyan atau motto hidup banyak oknum dan pihak.
Dalam konteks Perjuangan adanya Uskup Orang Asli Papua, maka doa dan aksi harus setarikan nafas perjuangan, banyak orang Papua yang bertekuk lutut dan merendahkan hati di hadapan Tuhan hari-harinya hanya demi etensi adanya Uskup Asli Papua. Namun dalam waktu yang bersamaan tidak sedikit orang asli Papua juga yang takut mengekspresikan doa-doanya itu dalam praktek hidup sehari-hari dengan cara aksi atau demonstrasi di Gereja atau di mana saja bahwa mereka butuh Uskup Orang Asli Papua. Pergumulan ini terjadi bertahun-tahun dan berlapis-lapis hingga menjadi suatu tembok yang sulit terrobohkan bahwa mungkin orang asli Papua tidak bisa menjadi Uskup di Tanah Papua.
Kerinduan orang asli Papua ini mulai bersua kembali, muncul optimisme dalam sanubari Gereja Papua ketika sosok kharismatik bernama Pastor Neles Kebadabi Tebai (Almarhum) muncul sebagai ‘OASE’ di tengah kompleksitas konflik Papua-Jakarta atau Jakarta-Papua sebagai Nabi Perdamaian Bangsa Papua, Bapak Dialog Damai Jakarta-Papua, cendekiawan terkemuka asal Papua, penulis dengan ide orisinil, cemerlang dan membumi. Pater Neles, demikian sapaan akrabnya, adalah mantan Koordinator Jaringan Damai Papua (JDP), mantan Ketua Sekolah Tinggi Teologi-Filsafat “Fajar Timur” Abepura-Papua, dan salah satu calon kuat Uskup Keuskupan Jayapura-Papua. Imam Kelahiran Godide, 13 Februari 1964 yang pernah menerima Pengahargaan Tjii Haksoon dan Peace Word pada 13 Maret 2013 di Seoul, Korea Selatan ini merupakan intelektual terkemuka dari Papua yang meraih gelar Doktoral di bidang Misiologi pada Universitas Urbaniana Roma.
Namun sayangnya, tepat di usia Pater Neles Kebadabi Tebai yang ke-55 tahun ia menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit St. Carolus Jakarta ketika umat Katolik sejagat merayakan hari raya Minggu Palma pada 14 April 2019 silam.
Lagi-lagi mental, spirit dan psikologis bangsa Papua mengalami guncangan yang bahaya. Mereka sudah benar-benar dititik nadir dan diambang kepunahan. Sebagai domba persis mereka berada di tepi jurang terjal. Mereka sangat membutuhkan gembala agung yang bisa membawa dan memimpin mereka ke Padang rumput yang hijau dan ke tepian sungai yang jernih murni.
Untuk menjawab doa-doa, ratapan dan harapan orang asli Papua di muka, maka bangkit semangat kaum muda penerus estafet masa depan Gereja Papua sebagai Iron Stock (Generasi Penerus), Guardian of Value (Penjaga Nilai), Agent of Change (Agen Perubahan), Social Control (Pengontrol Sosial) dan Moral Force (Kekuatan Moral) bangsa, tanah dan Gereja Papua. Mereka menyebut dirinya sebagai Kelompok Kerawan Katolik West Papua, atau Kelompok Kategorial Katolik West Papua. Salah satu agenda perjuangan mereka adalah untuk memperjuangkan agar ada Uskup Pribumi Papua atau Uskup Orang Asli Papua di lima Keuskupan Se-Regio Papua. Banyak kalangan kaget terhadap aksi yang muncul dari kalangan awam ini, pasalnya seperti demonstrasi politis, setiap hari Minggu mereka selalu melancarkan aksinya dengan membawa pamflet dan kotak sumbangan. Pamflet yang mereka ekspresikan dan demonstrasikan di gereja-gereja berisi doa-doa, harapan-harapan, ratapan-ratapan dan pergumulan gereja dan umat Katolik Papua. Salah satunya berisi kampanye dan Petisi Uskup Orang Asli Papua.
Yang hendak Penulis tegaskan di sini adalah bahwa gerakan-gerakan inisiatif dan spontan dari kalangan muda dan beberapa orang tua Papua itu menggambarkan bahwa doa mesti dilandasi dengan aksi atau sebaliknya aksi mesti berlandaskan pada doa (Orasi In Actione, Comtemplatio In Actione). Bahwa wajud konkrit iman itu tidak melulu transendental (Doa-Puasa) tapi ada aksinya, ada implikasi logisnya dalam perbuatan dan perjuangan, bahkan pengorbanan yang konsisten.
Di hari penuh perkabungan ini, di mana Mama Bumi dan leluhur bangsa Papua juga ikut menangis. Penulis hendak menegaskan bahwa para pejuang keadilan, kebenaran, kemanusiaan dan kedamaian yang konsisten selama ini, yang berjuang secara total, loyal, vokal dan murni mulai perlahan-lahan menghadap Tuhan Sang Pencipta. Bangsa Papua belum selesai berkabung atas kepergian Puan Leoni Tanggahma, sosok perempuan Papua hebat yang pasang badan dan berdiri di garda terdepan bersama para lelaki hebat Papua lainnya berjuang mengusir penjajah. Bangsa Papua juga masih dalam lembah duka nestapa yang satu dan sama atas kepergian Tuan Yonah Wenda, yang pada Tahun 1989 ketika masih bersekolah di SMAN 1 Abepura, turut dalam mengorganisir pelajar di Jayapura untuk melakukan demonstrasi dalam rangka perayaan 1 tahun Deklarasi Negara Melanesia Barat oleh alm. Dr. Thomas Wapai Wanggai.
Frater Zode Hilapok, Calon Gembala Bangsa Papua, yang gigih di Medan perjuangan juga meninggalkan jejak suci dalam lembaran perjuangan bangsa Papua. Dan yang terakhir, Manusia, Alam, Leluhur dan Allah Bangsa Papua benar-benar terpukul bak disambar petir di siang hari atas kepergian Mansar Filep Karma, sosok nasionalis yang kokoh dan teguh dalam pendirian, sederhana dan rendah hati dalam pembawaan diri dan pejuang kemerdekaan Papua yang kharismatik dan bernaas.
Kendati pun demikian bersinar harapan baru, bahwa setelah gelap terbitlah terang, setelah dukacita bangkitlah sukacita. Walaupun berduka, bangsa Papua juga bersukacita atas terpilihnya salah satu putra terbaik sebagai Uskup Keuskupan Jayapura-Papua. Tentunya tugas sebagai Uskup, bukanlah tugas yang mudah, melainkan suatu amanah Allah yang termeteraikan dengan Salib-Salib yang beragam, ada yang ringan ada yang berat. Yang hendak Penulis rekomendasikan di sini adalah bahwa kini pejuang-pejuang kemanusiaan bangsa Papua itu sudah mulai habis dipanggil Sang Pencipta ke Honai Surga. Harapan bangsa Papua sebagai Gereja Papua adalah bahwa sebagai Uskup Pribumi Papua yang Pertama, tentunya Uskup Terpilih sudah tahu tentang Kiprah dan Passion yang sudah dilakukan dahulu oleh para Uskup Pribumi Pertama Bangsa yang nasipnya sama dengan bangsa Papua seperti Mgr. Albertus Soegijapranata SJ di Indonesia, Mgr. Desmond Tutu di Afrika Selatan, Mgr. Belo di Timor Leste, Mgr. Oscar Romero di El Salvador, bahkan mediang Uskup Herman Muningof, Uskup kedua keuskupan Jayapura sendiri ketika mengadvokasi masalah HAM di tanah Papua sempat berujar tegas bahwa SAYA SIAP MATI UNTUK PAPUA https://suarapapua.com/2018/02/17/saya-siap-mati-untuk-papua-perjuangan-uskup-muninghoff-dalam-advokasi-ham-di-tanah-papua-bagian-kedua-habis/, 01/11/2022), dan Uskup Pribumi lainnya.
Kita berharap semoga darah para Martir dan Patriot yang tertumpah di Papua selama ini mulai dari tahun 1960-an hingga detik ini dengan berpulangnya Mansar Filep Karma. Litani dan Tirani penderitaan, penindasan dan penjajahan di bumi cendrawasih segera terhapuskan. Semoga para pejuang murni yang sudah bersatu padu bersama para Kudus di dalam Honai Surga itu mampu berdemonstrasi di hadapan Allah Bapa, Yesus Kristus, Roh Kudus dan para Kudus lainnya untuk segera mengintervensi dan mengadvokasi masalah Papua dan segera menurunkan kharisma dan kharunia Papua Tanah Dami Bagi Bangsa Papua.
Penulis adalah Siorus Degeu Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat-Teologi “Fajar Timur” Abepura-Papua.