MAKNA OM (KELADI) DALAM KEHIDUPAN SUKU NGALUM
*Oleh: Yonson Ningdana
Suatu gejala yang muncul di era globalisasi ini adalah gejala krisis jati diri, rendahnya pengetahuan mengenai kebudayaan dan minimnya pelestarian kebudayaan. Kondisi tanah Papua yang dihuni banyak suku bangsa kurang lebih 250 buah bahasa (Silzer; 1986) berarti terdapat kurang lebih 250 kelompok etnik yang masing-masing berbeda antar kelompok yang satu dengan lainya. Malclon dan Monsoben (1987; 1990) memetakan kelompok suku yang di Papua ini dalam empat zona ekologi mulai dari zona ekologi rawa (swampy areas), muara sungai dan daerah pantai (coastal and riverine), zona ekologi daerah pantai (coastal lowland areas), zona ekologi kaki-kaki gunung serta lembah-lembah kecil (foothills and small valleys) dan zona ekologi pegunungan tinggi (highlands) . Kelompok suku yang hidup pada zona yang berbeda ini mewujudkan pola kehidupan mereka yang bervariasi dalam kebudayaan yang membedakan satu dengan lainya.
Kekayaan kebudayaan di tanah Papua merupakan kekayaan potensial. Oleh karena itu perlu dilakukan dokumentasi dan pelestariaan kebudayaan secara holistik (terseluruh) dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan kecanggian teknologi informasi. Banyak budaya di tanah Papua yang belum didokumentasikan seperti suku Ngalum di Pegunungaan Bintang perlu diangkat untuk mewariskan kepada generasi-generasi yang akan datang melalui pendokumentasian dengan alat teknologi agar dikenal oleh suku luar serta menambah khasanah budaya di tanah Papua.
Mata pencaharian suku Ngalum memiliki corak sederhana yang berhubungan dengan pemanfaatan lahan dan sumber daya alam seperti perkebunan dan peternakan. Sehingga, suku Ngalum memafaatkan lahan alam untuk mencukupi hidup dengan menanam berbagai jenis tanaman termasuk membudidayakan keladi untuk keperluan hidup dan juga untuk ritual-ritual adat. Keladi merupakan makanan utama bagi orang Aplim-Apom. Maka, orang Ngalum kalau tidak makan babi (kang) dan keladi berarti tidak menandakan kehidupan. Dalam arti bawah apabila orang Ngalum jika memiliki kebun keladi berarti hidup ber-ada (nea balnedirki o, nea enomerki o), dan sebaliknya jika orang Ngalum tidak memiliki kebun keladi maka menandakan orang itu tidak memiliki apa-apa (sil doki). Dengan demikian keladi sangat berpengaruh dalam kehidupan suku Ngalum di Pegunungan Bintang. Baik berpengaruh dalam aspek kehidupan spiritual maupun jasmani.
Bagi suku Ngalum keladi adalah makanan spesial, makanan pokok kedua setelah ubi jalar. Dan juga dianggap sebagai makanan suci, sebagai sarana untuk memanusiakan manusia, disajikan untuk para tamu dan bekal dalam perjalanan panjang. Sehingga yang menjadi titik fokus penulis dalam pembahasan penulisan ini adalah apa itu keladi? Bagaimana cara membudidayakan keladi? Nilai-nilai apa yang terdapat dalam keladi? Mengapa keladi dijadikan sebagai sarana upacara adat? Dan kegunaan keladi dalam kehidupan keseharian?. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini akan di bahas dalam isi penulisan ini.
Apa itu keladi (om)?
Menurut KBI keladi/ talas merupakan tumbuhan berumbi, daun muda dan tankai mudanya dapat disayur, umbinya menjadi makanan pokok di Irian. Keladi merupakan sekelompok tumbuhan dari genus caladium (suku talas-talasan, araceae). Keladi/talas terutama ditanam untuk dimakan umbinya, yang merupakan sumber karbohidrat yang cukup penting.
Keladi tidak asing di Negara kita, bahkan keladi menjadi makanan pokok ini menandakan bawah keladi memiliki funsi yakni sebagai bahan kebutuhan hidup bagi masyarakat Indonesia secara umum dan secara khusus bagi masyarakat suku Ngalum di Papua. Dalam keladi juga ada zat pendukung, yakni zat karbohidrat yang berfunsi sebagai pemberi kekuatan. Sehingga orang memanfaatkan keladi untuk menambah kekuatan supaya bisa beraktifitas dengan kesehatan fisik yang baik, memiliki kekuatan yang bisa membuat mereka kuat dan tahan lama dalam beraktifitas.
Cara membudidayakan keladi
Penanaman pertama keladi dilakukan oleh kepala bidang ekonomi (om uropki) dalam rumah adat (apiwol) dan haruslah diikuti keluarga-keluarga yang turut membuka kebun bersama karena lahan yang dikerjakan cukup besar dan luas. Dalam membuka lahan untuk menanam keladi baru tugas kaum pria adalah membabat rumput, menebang pohon, dan membuat pagar. Sedangkan tugas kaum wanita adalah menyiapkan bibit tanam, menanam dan menyiangi sampai tahap panen. Namun, ada aturan dalam penanaman bibit dan konsumsi keladi (om), yaitu kaum wanita tidak bisa menenam/konsumsi keladi digunakan dari acara adat seperti: inisiasi, pemakaman orang suci/tua adat (alutki), perehapan rumah adat (apiwol kukmomonki), tanam di lingkungan rumah adat (iwol sil). Karena sangat sakral dan bisa membahayakan kesehatan roh dan badan.
Tempat yang strategis untuk membudidayakan keladi adalah, seperti dekat rumah adat (apiwol), mata air (okabol), lereng bukit (okking), lahan pertama (yong apar), di bawah pohon besar (a damil dalo), tempat yang sudah dibakar (bol dungoron bali), tempat petakan (esel) dan ditanah subur (mangol yepbali).
Nama-nama jenis keladi asli suku Ngalum/Ok yang dibudidayakan antara lain : om peprap, om alut, om oltongki, om etilpupki, om dong–dong (dental), om ayoplakonki (om lakon), om danam, om buyam. Jenis-jenis keladi diuraikan diatas ini merupakan jenis keladi yang dibudidayakaan dari dahulu sampai sekarang.
Setelah menanam dan rawat sampai tiba saatnya untuk memanen (peresmian) pertama dilakukan oleh kepala bidang ekonom (om uropki) dalam rumah adat (apiwol). Sebelum lakukan peresmiaan pertama harus siapkan daging babi (kang), daging kuskus (kabong), sebagai sarana untuk meresmikan kebun keladi. Apabila dalam peresmiaan kebun tidak ada daging babi (kang) dan daging kuskus pohon (kabong) maka tidak menandakan kesuburan. Artinya walaupun dari luar kita melihat tanaman keladi itu daun dan batangnya segar dan besar, tetapi isinya kecil-kecil. Untuk menghindari masalah itu, selain siapkan daging babi (kang) dan kuskus pohon (kabong) juga sebelum pembersihan atau dekat-dekat panen kebun keladi biasanya kaum laki-laki akan meninggalkan istri dan anak-anaknya dan tinggal rumah adat (apiwol) selama seminggu atau lebih.
Makna keladi
Keladi dalam budaya manusia Ngalum memiliki dua makna, yaitu makna spiritual dan makna jasmani. Makna spiritual/rohani. Dalam kehidupan spiritual suku Ngalum/Ok keladi merupakan sarana utama. Mengapa? Karena dalam semua upacara adat keladi merupakan sarana utama yang digunakan secara turun temurun oleh nenek moyang (manusia pertama). Kalau tidak ada keladi dalam acara adat berarti acara tersebut menunjukkan acara biasa (umum). Sebab acara ritual suku Ngalum keladi dan babi (kang) merupakan sarana utama. Bagi suku Ngalum, keladi digunakan dalam upacara adat karena memiliki nilai untuk memanusiakan manusia Aplim-Apom. Tua-tua adat mengunakan keladi untuk menguatkan/memperbaharui hati (diplop ngatoron) dan menguatkan dan memperbaharui pikiran (pinong ngatoron). Keladi digunakan sebagai sarana untuk menguatkan dan memperbaharui hati (diplop) dan pikiran (pinong) supaya dalam diri manusia Aplim-Apom tumbuh menjadi seorang yang kuat dalam menjalani hidup dan menjadi dewasa dalam pikiran dan perbuatannya. Untuk menguatkan dan memperbaharui hati dan pikiran orang Ngalum dilakukan dengan acara inisiasi.
Keladi sebagai dihidangkan untuk perjamuan kudus manusia Aplim-Apom. Yang dimasudkan perjamuan kudus adalah dimana pada suatu waktu tertentu, seperti acara inisiasi (mir boperon), keladi digunakan sebagai makanan tunggal, baik dalam tahap awal sampai dengan tahap akhir dari acara. Sehingga keladi melambangkan makanan kudus.
Makna Jasmani
Dalam kehidupan sehari-hari manusia keladi merupakan makanan pokok kedua setelah ubi jalar (boneng) juga memiliki beberapa nilai, seperti Keladi merupakan makanan istimewah. Dikatakan makanan istimewa karena setiap acara seperti acara peresmiaan, serta acara besar lainnya yang bersifat umum akan disajikan untuk para tamu undangan. Dan juga dikatakan istimewa karena keladi cocok makan dengan daging babi (kang). Sehingga, setiap pesta akan selalu disediakan keladi dan babi.
Keladi merupakan makanan pembuka bagi bayi hendak makan makanan. Artinya keladi sebagai sarana untuk peresmian seorang bayi yang mau mengkonsumsi makanan seperti orang dewasa. Maka, tua-tua adat memberikan keladi terlebih dahulu baru bisa mengkonsumsi makanan lain seperti ubi jalar, singkong, beras dan sebagainya. Keladi melambangkan kekuatan hidup manusia Ngalum, maka bayi yang hendak mau makan makanan akan diberikan supaya secara relegius hatinya kuat dan dewasa. Keladi juga merupakan sarana untuk mengatasi krisis seperti sakit dan kelaparan. Dalam arti ini keladi bukan seperti obat yang menyembukan penyakit, tetapi keladi diberikan supaya memberikan kekuataan dan kedewasaan untuk bertahan dari krisis dan menyikapi masalah tersebut dari sudut pandang yang benar. Misalnya: orang yang sakit berat akan diberikan keladi untuk menambah kekuatan spiritual. Nilai terakhir keladi dalam makna jasmani adalah sebagai bekal dalam perjalanan panjang. Ketika manusia Ngalum ingin melakukan perjalanan panjang entah untuk mengunjungi keluarga, kerabat, membawa biaya mas kawin atau berburu, keladi merupakan makanan yang cocok untuk isi sebagai bekal. Mengapa? Karena secara logis keladi tidak seperti makanan lain yang mudah basi. Dengan demikian, keladi dipilih untuk bekal dalam perjalanan panjang. Dan juga keladi yang sudah dimasak apa bila tidak kena air bisa bertahan selama berminggu-minggu.
Pembahasan mengenai makna keladi memberikan kesadaran betapa pentingnya nilai dari keladi bagi kehidupan suku Ngalum. Maka perlu ada pelestarian nilai kebudayaan dengan memenafaatkan kesempatan ilmu pengetahuan dalam rangka mendokumentasian serta memberi tawaran kepada kita semua untuk tidak melupakan budaya kita. Serta memberi inspirasi untuk tetap semangat dalam menyikap gejolak kehidupan ini dengan nilai-nilai budaya yang beretika dan bermoral. Sehingga lahirlah manusia Aplim-Apom yang dewasa dalam berpikir dan berperasaan luhur yang adalah harapan kita semua. Untuk kita kembali ke budaya kita.
Referensi
- Sitokdana Melkior. Mengenal Budaya Suku Ngalum Ok. 2017. Satya Wacana University Press.
- https://dkd14kalbar.blogspot.com/2012/02/mengenal-papua-lewat-budaya-1.html
- Desy Polla Usmany dan kawan-kawanya. Tradisi Upacara Perkawinan Suku Maya Di Kampung Araway Distrik Tiplol-Mayalibit. 2013. CV Catur Madya Kusuma.
- Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
- Santo. Kamus Bahasa Indonesia. Pustaka Agung Harapan: Surabaya.
*(Penulis adalah mahasiswa STFT Fajar Timur- Jayapura