Luka Lama dalam Balutan Perban Merah Putih

Sebuah: Refleksi Analisa Sosial

(*Oleh: Yorim K. Sasaka

Indoensia mengakui bahwa kesuksesan PON XX Papua berhasil membawa nama baik orang Papua dikanca nasioanl dan internasioanl. Tidak sedikit orang dari berbagai penjuru daerah bahkan menyaksikan dan memberikan apresiasi sebesar-besarnya terhadap pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Papua. Kesuksesan PON menjadi ukuran kemajuan dan peradaban orang Papua dalam meninggalkan papan bawa kemiskinan.
Hal ini tidak hanya dilihat dari tuan rumah pelaksana melainkan seluruh venue PON dilengkapi standar internasional hingga Papua menduduki urutan ke-4 peraih medali emas terbanyak dari seluruh cabang olahraga, bahkan cabang olahraga bergengsi sepkak bola putra dan putri Papua berhasil membawa hasil yang sangat membanggakan pemerinntah daerah. Namun dibalik keberhasilan dan kesuksesan orang Papua di ajang Pekan Olahraga Nasional di Papua, sama sekali tidak merubah situasi hidup masyarakat Papua. PON XX tidak merubah status tanah Papua sebagai daerah militerisme yang berujung pada; penindasan, penganiayaan, perampokan, penembakan, pembunuhan, penyerangan dan pengeboman yang mengakibatkan penderitaan, kelaparan, pengungsian, kematian. Situasi ini membawa iklim kelangsungan manusia di Papua sebagai makhluk hidup tidak lagi dilihat sebagai makhluk sosial (homo socialis) melainkan homo animale yang perluh dijaga, diawasi dalam keranjang transparan. Sesama juga tidak dianggap socius (teman) melainkan lawan yang harus diwaspadai, di intai, dilabeli, hingga dibasmi secara perlahan jika sudah waktunya.
Tidak hanya manusia, alam Papua dilihat sebagai Terra Ecconomicos yang harus di rupiahkan. Tak pedulia berapa pun jumlahnya, berapa pun akibatnya yang penting saya dapat bagian, yang penting program berjalan, investasi saham lancar, yang penting sudah dilindungi Undang-undang Omnibus Law, yang penting perthanan militer dalam negeri kuat. Jika ada hal yang urgen berhubungan dengan permasalahan masyarakat kan ada pemimpin agama. Tinggal berikan bantuan sosial untuk menutup mulut umat beragama, tinggal didialogkan dalam wadah Kerukunan umat beragama. Tetapi kemudian peristiwa tak kunjung berhenti, tinggal perintahkan kantor-kantor LSM yang bergerak dibidang advokasi supaya dapat data valid untuk melakukan stragi baru, bukanya memberikan solusi. Yang pentingkan ada laporan da nada dana entah berapa itu bukan urusan publik. Akhirnya hamper setiap hari terdengar tangisan piluh dimana-mana, desakan dan teriakan minta tolong dimana-mana namun dokter pun tak kunjung. Memang nasib sial menimpah mengurangi jatah detak jantung diatas pusara permai nan indah. Luka lama dibalut tanpa dahulu memeriksanya. Sungguh hironis membalut luka lama yang membusuk tanpa melakukan dahulu pembersihan, nanah, keringat bercampur darah kian mengalir deras membasahi perban merah putih. Situasi dan realita sosial inilah yang bisa digambarkan dibalik pesta semarak Kembang Api PON XX Papua 2021 yang menghilangkan damai dan memunculkan beragam penyakit sosial.
Persoalan penyakit sosial merupakan persoalan yang semestinya ditanggapi secara serius oleh semua pihak pemerintah pusat, provinsi hingga daerah-daerah bahkan gereja-gereja di tanah Papua dan petisi-petisi di senatero tanah Papua ini demi mencari dan menemukan Papua tanah damai.  Karena damai dan kebahagiaan adalah hal esensial milik manusia. Sehingga ajakan dan panggilan dari setiap agama  untuk mencintai kedamaian dan kebahagiaan sesuai dengan kehendak  Tuhan. Karena dengan serius menanggapi masalah-masalah yang terjadi kita bersama-sama menciptakan kedamaian, keadilan, kesejateran dan menciptakan kehidupan yang harmonis antara sesama manusia dan alam leluhur yang ada. Namun, realitas memperlihatkan atau menceritakan bahwa ada begitu banyak persoalan hidup yang terjadi, disana-sini, dahulu dan sekarang bahkan masa mendatang akan terus terjadi pembunuhan,pemerkosaan, terjadi ketidakadilan, perampasan bahkan orang-orang pemilik hak ulayat diusir dari tanah dan alam leluhurnya dan mereka mengungsi meninggalkan semua itu keluar. Ini di dengar atau dilihat sebagai suatu keanehan tetapi kebahagiaan bagi yang memiliki maksud dan tujuan.
Sehingga tidak heran,  Power PON XX  menutup rapat-rapat semua masalah yang terjadi dan dialami oleh orang Papua. Bahkan masalah virus corona pun ditutup rapat-rapat, seakan tidak ada virus Coron, tidak ada penderitaan, tidak ada pengungsian yang terjadi di bumi cendrawasih ini.  Semua perhatian pemerintah pun ke PON XX mereka tidak peduli lagi dengan masyarakatnya yang sedang menderita, sedang mencari kenyamanan,  keselamatan, ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan. Pada hal mereka inilah yang perlu memberikan perhatian dan kasih sayang. Yang kaya semakin kaya dan yang menderita semakin menderita. Sebelum  PON XX, hampir sebagian penduduk orang Papua mati di Tanah Papua, ditahan karena dianggap separatis dan pengungsian besar-besaran di beberapa tempat di tanah Papua yang menelan korban jiwa. Mari kita menyadari lebih baik dari pada dunia menghitung jumlah presentase dari korban nyawa tak berdosa diatas tanah yang diberkati leluhur.
 
Penulis adalah Mahasiswa Toper di STFT Fajar Timur Keuskupan Jayapura

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *