Kontroversi NKRI harga Mati

Oleh : Antonius Tebai

Mahasiswa tingkat II STFT Fajar Timur

Papua merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang sedang, dan akan terus menjadi korban ketidakadilan dalam negara Indonesia. Pada tanggal 01 Desember 1961, Belanda telah memberikan kemerdekaan kepada bangsa Papua. Hal ini lebih didorong oleh konvensi PBB tentang Dekolonisasi tahun 1960. Namun, kemerdekaan bangsa Papua digagalkan oleh Negara Indonesia melalui TRIKORA 19 Desember 1961, setelah 18 Hari Deklarasi Kemerdekaan Bangsa Papua. Kontroversi antara kedua kubu dimulai dengan slogan NKRI Harga Mati dan Papua Merdeka Harga Mati. Situasi politik yang demikian, hendak menjelaskan perbedaan ideologi antara NKRI dan Papua. Penyatuan bangsa Papua ke dalam pangkuan NKRI terjadi pada 1 Mei 1969 melalui hasil Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) yang cacat politik dan moral. Persoalan Bangsa Papua yang sedang terjadi seperti diskriminasi rasial, stigma, marginalisasi, operasi militer di Intan Jaya, Nduga, dan Puncak Jaya. Selain itu, eksploitasi kekayaan alam di seluruh wilayah teritorial Papua. Situasi ini memberikan dampak yang berarti terhadap OAP di atas tanah leluhurnya sendiri.
Papua Masa Kini
Di dalam bbc news Indonesia, akibat operasi militer di kabupaten Nduga, masyarakat kabupaten Nduga mengungsi ke hutan. Pada 14 Agustus 2019, P. Jhon Djonga anggota tim kemanusiaan, menyatakan, “pengungsi yang meninggal sebagian besar perempuan, berjumlah 113 orang akibat kedinginan, lapar dan sakit. Anak-anak ini tidak bisa tahan dingin, dan juga ya makan rumput. Makan daun kayu. Segala macam yang bisa dimakan, mereka makan. Ini sudah tingkat pelanggaran kemanusiaan terlalu dasyat. Ini bencana besar untuk Indonesia sebenarnya tapi di Jakarta santai-santai saja”. Bukan hanya itu, banyak perempuan yang terpaksa melahirkan dalam hutan, dengan demikian perempuan bertaruh nyawa.
Berita yang sama dilansir media tirto.id tertanggal 30 Desember 2019. Melalui halaman website, tirto.id memuat berita mengenai 241 orang tewas akibat pengungsian. Pengungsian masyarakat ke hutan terjadi akibat operasi militer di kabupaten Nduga. Masyarakat yang mengungsi ke hutan berada dalam situasi tekanan. Mereka meninggalkan rumah, kebun, ternak, pendidikan bagi anak sekolah dan kampung halamanya. Segala harta benda mereka jauh dari tempat pengungsian. Mereka tidur dalam hutan. Mereka tahan hujan, dingin, lapar dan haus. Makanan pokok keseharian mereka ialah segalah tetumbuhan liar dalam hutan dan meminum air yang kurang bersih dalam hutan. BBC news Indonesia tertanggal 10 Februari 2021 mengungkapkan bahwa sekitar 600 Warga yang berasal dari kampung Bilogai, Kumlagupa dan Puyagiya itu mengungsi ke sebuah gereja katolik setelah kelompok KKB (OPM) pimpinan Undius Kogoya menyerang seorang warga berinisial R yang di duga sebagai mata-mata aparat keamanan. Pengungsian ini terjadi karena adanya operasi militer dari pihak TNI semenjak 2018-saat ini di kabupaten Intan Jaya.
Media belum berhenti memuat berita. Media online Jubi melaporkan bahwa akibat operasi militer yang dilakukan pihak TNI, terjadi penembakan terhadap Gembala gereja di Kabupaten Intan-Jaya pada Rabu, (7/10/2020). Peluru menyasar Agustinus Duwitau, pewarta Gereja Katolik di stasi Emondi, kampung Emondi, distrik Sugapa. Sebelumnya juga terjadi penembakan terhadap seorang pendeta yaitu Yeremias Znambani di Inta Jaya oleh TNI yang terjadi pada hari Sabtu, (19/9/2020). Peristiwa tersebut terjadi ketika pendeta Yeremias memberi makan kepada ternak babi peliharaanya di kebun.   Media yang sama juga mengungkapkan bahwa seorang anggota TNI tertembak oleh pihak OPM. Akibat penembakan pada senin (15/2/2021), aggota TNI melakukan penyiksaan secara tidak manusiawi terhadap tiga warga Intan Jaya hingga tewas. Dengan adanya kontak senjata antara TNI dan OPM Masyarakat sipil menjadi korban. Dengaan demikian terjadi pelanggaran HAM dari pihak TNI.
Pada lokasi berbeda, di Jayapura, tepatnya kompleks Uncen atas pada 28 Mei 2015, Puluhan mahasiswa uncen dan anggota KNPB (Komite Nasional Papua Barat) melakukan demo atau aksi bersama. Aksi tersebut sebagai bentuk mengungkapkan pendapat yang dijamin hak suaranya dalam Undang-Undang Dasar. Namun ketika berhadapan dengan aparat Polresta Jayapura, aparat melakukan penangkapan brutal dan membubarkan masa dengan mengeluarkan tembakan. Akibat tembakan tersebut, 13 orang mahasiswa terluka dan puluhan lain diantaranya mengalami kekerasan dan siksaan.
Pada 2 Mei 2016 seorang anggota KNPB Numbay (Jayapura), melakukan demonstrasi damai untuk memperingati hari aneksasi papua barat ke dalam Indonesia. Masa yang berkumpul di Abepura dihadang oleh aparat gabungan. Mereka ditangkap dan dan disiksa aparat kepolisian dan dibawah ke lapangan Mako Brimop Polda Papua. Empat aktivis dimasukan ke mobil barakuda. Sepanjang perjalanan para aktivis itu disiksa, dipukuli, dengan senjata laras panjang, hingga kepala salah satu aktvis terluka dan banyak keluar darah, hingga mata sebelah kiri aktivis itu pandanganya kabur sampai saat ini. Sekitar pukul 19.27 para aktivis dilepaskan dari mako brimob Polda Papua.
Konflik yang terus terjadi di atas tanah papua memberikan pemahaman terhadap slogan NKRI Harga Mati. Penulis berpendapat bahwa para penguasa negara, memahami arti dan makna slogan NKRI Harga Mati dalam perspektif kekerasan. Dengan pemahaman demikian, pulau Papua yang diduduki oleh satu bangsa Melanesia menjadi medan pertempuran. Akibat yang terjadi dari pertempuran ialah pertumpahan darah sebagai bentuk pelanggaran HAM. Dengan demikian Konflik sosial politik papua semakin kompleks dan semakain rumit dalam menyelesaikan persoalan.
Hemat penulis, pemahaman ideal mengenai slogan “NKRI Harga Mati” memiliki makna yang jauh lebih mendalam. Makna Ideal slogan “NKRI Harga Mati” ialah memberikan suatu makna keadilan, kedamaian, dan ketenangan dalam hidup masyarakat Papua. Bukan menciptakan konflik dan ketidaknyamanan bagi masyarakat Papua. Kemudian, bukan mendoktrin masyarakat Papua untuk mengungkapakan slogan NKRI Harga Mati.
 
Saran
Pemerintah pusat harus mengubah pendekatan militeristik terhadap orang Papua tetapi dengan pendekatan antropologis. Kehadiran militer di tanah Papua memberikan tekanan dan gangguan pisikologis akibat tingkah laku anggota militer yang tidak manusiawi. Selain itu, masyarakat papua memandang, kehadiran anggota keamanan di Tanah Papua bukan sebagai pengaman masyarakat tetapi menjadi pengacau keamanan. Kemudian, Bagi pemerintah pusat dan anggota keamanan yang bertugas di tanah papua harus mengubah Paham Slogan NKRI Harga mati dari perspektif kekerasan. Paham Slogan NKRI Harga Mati harus diubah dengan paham kebijakan yang adil dalam berbagai aspek yakni, bidang pembangunan, sosial, politik dan ekonomi agar masyarakat Papua merasa nyaman hidup dalam NKRI.
Sumber Rujukan :

  1. Koten, Bernard. dkk, 2018. Papua Surga Yang Terlantar Laporan Hak Asasi Manusia SKP Se-Tanah Papua, 2015-2017. Jayapura: SKPKC Fransiskan Papua.
  2. (https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-49345664. diakses 25 juli 2021, pukul 14: 52 WIT)
  3. (https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/nestapa-nduga-selama-2019-37000-orang-mengungsi-241-orang-tewas-epPx. diakses 25 juli 2021, pukul 14: 54 WIT)
  4. (https://www.google.com/amp/s/www.bbc.com/indonesia/indonesia-56001504.amp. di akses 25 juli 2021, pukul 14: 59 WIT).
  5. (https://jubi.co.id/tiga-orang-warga-intan-jaya-papua-tewas-diduga-akibat-kekerasan-anggota-tni/amp/. di akses 25 juli 2021, pukul 15: 03 WIT).
  6. (https://jubi.co.id/seorang-pewarta-gereja-tertembak-di-intan-jaya-papua/amp/ di akses 25 juli pukul 15: 07 WIT).

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *