(*Oleh: Sebedeus G. Mote
Bangsa Indonesia yang telah dianggap sebagai Kolonialis, dengan beragam cara dan pendekatan masih terus menjalankan agenda negara untuk meloloskan agenda tersembunyi seperti halnya agenda pertambanga blok wabu baru-baru ini. Sebagai bentuk protes oleh OPM/TPNPB yang dianggap orang Indonesia sebagai kelompok kriminal bersenjata, juga mengangkat senjata demi menjaga kehutuan ciptaan termasuk alam semesta dan manusia demi mencapai perjuangan pembebasan Papua Barat yang menuntut pengakuan kemerdekaan bangsa Papua Barat yang lahir dari Memoria Pasionis (Ingatan Penderitaan) bersejarah. Ditengah situasi ini rakyat sipil menjadi korban diatas korban, baik orang asli Papua maupun pendatang. Masyarakat sipil hari ini di Intan Jaya dan Ndugama hidup dalam trauma. Konflik kekerasan di Intan Jaya dan Ndugama masih terus terjadi.
Banyak aktifis sudah soroti kepada negara Indonesia dan antek-anteknya, tetapi mata mereka seakan buta untuk melihat nilai kemanusiaan. Mengapa demikian karena trauma dengan ancaman militer Indonesia. Demi memelihara nyawa, baik presiden dan pejabat pemerintahan yang ada hanya mengiyakan atas kekerasan dan konflik ini. Mereka yang taruhan nyawa walaupun dia pejabat pemerintahan kolonial Indonesia, hanya satu dua orang saja. Para bupati Meepagoo dan daerah lainnya sibuk dengan pemekaran-pemekaran pada rakyatnya hidup dalam trauma kekerasan dan konflik sejak Papua diintegrasikan dalam NKRI sampai detik ini di Intan Jaya, Ndugama dan daerah lainnya.
Melirik situasi politik hari ini di Intan Jaya dan Ndugama, mau memberikan jawaban kepada kita semua bahwa situasi sangat memburuk, siapakah yang ciptakan? Indonesia demi untuk meloloskan perusahaan wabu. Seperti dulu awal masuk PT Freeport masuk sekitarnya disingkirkan, diusir dengan pendekatan militer. Sudah ada pengalaman itu namun pemimpin hari diam mengapa? Karena kemungkinan keci dari saya tentu diancam oleh TNI/POLRI untuk pejabat Papua.
Melihat hal ini dalam benak muncul siapakah yang mati atau meninggal sia-sia? Aneh tapi nyata, itulah realitas hari ini di Papua. Tetapi hal semacam ini sering dibangun oleh pihak yang berjalan abu-abu atau netral, mencari menguntungkan diri tidak berpihak pada kaum yang dijaja oleh kolonial Indonesia. Tetapi penulis percaya masih banyak aktifis yang selalu berpihak pada rakyat yang korban diatas tanah Papua, untukmu Sang Pencipta Papua memperhitungkan segalah yang baik itu.
Kasus Ndugama dan Intan Jaya ini banyak menelan korban nyawa manusia, baik dipihak Indonesia maupun Papua. Supaya korban selanjutnya tidak ada lebih baik TNI/POLRI harus angkat kaki dari Ndugama dan Intan Jaya.
Dalam hal ini penulis melihat TNI/POLRI salah. Mengapa dikatakan salah karena TNI/POLRI terus saja Pemerintah Indonesia mengirim pasukan di wilayah Nduga, Intan Jaya dan sekitarnya.
Menurut hemat penulis, OPM/TPNPB tidak mungkin menembak dengan sembarangan. Kalau TNI/POLRI menginginkan supaya konflik terus ada, korban jiwa terus menambah, traumatis terus berlanjut hingga pengungsian masih berlanjut, maka kemungkinan adalah bagian dari agenda tersembunyi negara untuk mengorbakan rakyat jelata silahkan yang tidak tahu apa-apa.
Buktinya, sebanyak 40 personel polisi diterjunkan untuk memperkuat Polres Intan Jaya, di Papua. Penambahan bantuan ini mengantisipasi gangguan keamanan oleh kelompok kriminal bersenjata yang kerap terjadi di wilayah tersebut. Hal ini disampaikan Wakil Kepala Kepolisian Daerah Papua Brigadir Jenderal (Pol) Matius D Fakhiri saat ditemui di Jayapura, Senin (1/2/2021).
Matius mengatakan, Polri akan menggunakan upaya penegakan hukum menghadapi aksi kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang berulang kali terjadi di Intan Jaya. Namun, upaya tersebut bukan dengan penindakan represif, melainkan secara terukur. Kesempatan lain Matius juga mengatakan”Polri tidak akan menggunakan cara kekerasan untuk menghadapi KKB.Apabila menggunakan cara kekerasan, hal ini akan dipolitisasi oknum tertentu untuk mengganggu situasi keamanan di Papua,” kata Matius. (https://www.kompas.id/baca/nusantara/2021/02/01).
Tetapi apa yang terjadi sekarang ndugama dan Intan Jaya? Masih ada kontak senjata setelah mengeluarkan pendapat seperti ini. Oleh karena itu penulis mau sampaikan sekali lagi jangan kirim pasukan kesana nanti menambah konflik. Kalau terus kirim maka TNI/POLRI meloloskan perusahaan blok wabu dan rencana pemekaran polres di Intan Jaya, sungguh jahat. Tentu ujung-ujungnya rakyat korban dan trauma gangguan psikologis, disitu juga persis mereka menjalankan pembunuhan cara berpikir secara manusia kepada orang asli papua.
Hemat penulis, semoga para pimpinan TNI/POLRI menarik pasukan yang ada di Ndugama dan Intan Jaya. Ditengah banyak isu yang melanda di Papua seperti rasisme, otsus dan pemekaran di Intan Jaya dan Ndugama konflik masih terus terjadi masyarakat hidup tidak aman hari ini. Selama penjahat itu dilindungi oleh Undang-Undang Indonesia, rakyat Papua pasti dibunuh disiksa, diperkosa, digiring diatas aspal, dikejar, dibantai dan bentuk penghinaan lainnya. Kepada yang Mulia Bapak Presiden Jokowi, mentri pertahanan dan para pimpinan-pimpinan TNI/POLRI dan BIN/BAIS stop sudah tindakan tidak manusiawi.
Sebagai orang asli Papua kami meminta silahkan tarik aparat gabungan TNI/POLRI di Nduga dan Intan Jaya. Kamu dengar jangan meloloskan sejumlah agenda Negara dengan membunuh dan mengusir dari tempat hidup rakyat. Apakah Negara dan pemerintahan punya obat sakit hati? Untuk sembuhkan luka? Siapakah yang bertanggungjawab atas semua? Kehancuran akal sehatmu adalah kehancuran sebagaimana manusia normal adanya. Sisahkanlah akal sehatmu untuk menyelamatkan jiwa manusia papua yang terus kalian bantai. Kalau kedepan ada kontak senjata lalu korban lagi berarti kalian tanggungjawab atas nyawa manusia. Sekali lagi kalian jangan bertahan di Intan Jaya dan Ndugama lama-lama. Stop membuat rakyat jelata trauma.
Melihat banyak persoalan yang terus terjadi maka penulis mengharapkan agar para pihak yang bertikai ini bisa duduk bicara. Bukan untuk saling menyalakan melainkan menemukan solusi yang menyeluruh atas dasar nilai Pancasila dan semboyan bhineka tunggal Ika. Yang bisa diterima oleh semua pihak walau perbedaan pendapat atau jiwa nasionalisme pun. Supaya tanah air Nusantara dan Papua khususnya bebas dari model tindakan kejahatan yang terus ada ini. Mari duduk bicara dan saling menghargai sebagai sesama ciptaan dari Allah, menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan, kemanusiaan, kesatuan dan persatuan demi keselamatan secara holistik. Untuk itulah Jaringan Damai Papua (JDP) yang berdiri atas kecintaan terhadap nilai-nilai hidup terus mendorong dialog supaya bicara semua hal ini dengan melibatkan pihak ketiga yang netral. Dalam hal ini juga JDP bukan aktor tetapi fasilitator untuk mempertemukan semua pihak dan bicara “Dialog”. Jalan yang paling sederhana ini tentu membuahkan hasil yang besar yakni demi menciptakan Tanah Papua Damai yang abadi. Jika tidak, tentu pelanggaran hak asasi manusia terus menambah, bahkan sudah menjadi musuh abadi . Karena yang dinantikan oleh seluruh dunia adalah perdamaian.
Penulis adalah Anggota Kebadabi Voice dan Mahasiswa di STFT Fajar Timur dan
Anggota Kebadabi Voice, Abepura-Papua