KERAHIMAN ILAHI SEBAGAI DIKO UGATAMEE BAGI UMAT MANUSIA
(Tinjauan Antropologi-teologis)
(*Oleh Fr. Yohanes Kayame, Pr
Pengantar
Perayaan Paskah nuansa Mee Wilayah Kamuu, pada hari minggu tanggal, 11 April 2021 dimeriahkan dengan tarian dan nyanyian Mee seperti Ugaa. Perayaan ini dirayakan Pertama Kali di Gereja Katolik St. Petrus Mauwa. Pater Rufinus Madai, Pr dan Pastor Paroki Mauwa, Pater Fransiskus Uti, Pr, memimpin perayaan ini dan didampingi oleh Fr, Yohanes Kayame, Pr (https://.suarafajartimur.com, 12/04/2021).
Dalam kothbahnya, Pater Rufinus Madai Pr, menyampaikan bahwa kerahiman Ilahi itu seperti diko bagi umat manusia. Hal ini bagi saya sangat mendalam jika dipikirkan dalam konteks keilmuan dan dianalisis dalam kajian antropologi-teologis. Kerahiman Ilahi sebagai proyek dari teologi di sisi lain “Diko” sebagai sebuah proyek dari Antropologi. Maka, Kerahiman Ilahi dapat juga dimengerti sebagai “Diko Ugatame”. Dalam tulisan ini penulis ingin membahas dalam tiga bagian. Pertama, kerahiman Ilahi. Kedua, Diko sebagai Produk Budaya dan. Ketiga, Kerahiman Ilahi sebagai Diko Ugatame.
1. Kerahiman Ilahi
Pada minggu paskah II , Gereja seluruh dunia merayakan Pesta Kerahiman Ilahi. Ditetapkan oleh Paus Yohanes Paulus II untuk merayakan minggu kerahiman Ilahi setelah Paskah. Kerahiman dan Ilahi merupakan dua kata yang dapat dimengerti satu per satu. Kata Kerahiman berasal dari kata dasar “rahim”, dalam KBBI, Kata rahim berarti selaput dalam perut, tempat janin (bayi); peranakan; kandungan. Kata Rahim juga bersifat belas kasihan, penyayang. Jadi kata kerahiman berarti sifat belas kasihan, sifat penyayang, hal rahim. Sedangkan kata Ilahi berarti Tuhan, sifat-sifat Tuhan. Dengan demikian kerahiman Ilahi berarti sifat belas kasihan Tuhan, sifat penyayang Tuhan. Dapat juga dimengerti sebagai Tuhan yang memiliki selaput dalam perut, Tuhan yang memiliki tempat janin (selayaknya seorang Perempuan) hal ini dapat dibahas dalam feminisme.
Kerahiman ilahi berarti kasih sayang Tuhan kepada umat manusia yang ada di dunia ini. Allah yang senantiasa memberikan belas kasih kepada umat-Nya dalam perjanjian lama, pengalaman Bangsa Israel, tetapi juga dalam perjanjian Baru yang terpenuhi dalam diri pribadi Yesus. Belas kasihannya itu berlanjut terus-menerus hingga saat ini dan akan terus sepanjang masa.
Sebuah Devosi Kerahiman Ilahi adalah sebuah devosi Katolik kepada cinta belas kasihan Allah dan keinginan untuk membiarkan cinta dan rahmat tersebut mengalir melalui hati seseorang terhadap orang-orang yang membutuhkan hal itu. Devosi ini terkait dengan penampakan Yesus yang diterima Santa Maria Faustina Kowalska (1905–1938), yang dikenal sebagai Rasul Kerahiman Ilahi. Faustina Kowalska melaporkan sejumlah penampakan, visi, dan percakapan dengan Yesus yang ditulisnya dalam buku hariannya, yang kemudian diterbitkan sebagai buku Diary: Divine Mercy in My Soul (terjemahan: Buku Minggu Kerahiman Ilahi di Vatikan pada 1 Mei 2011, di mana lebih dari satu juta peziarah pergi ke Roma. Harian: Kerahiman Ilahi dalam Jiwaku).Tiga tema utama devosi ini adalah untuk meminta dan mendapatkan kerahiman Allah, untuk percaya kepada rahmat Kristus yang berlimpah, dan akhirnya untuk menunjukkan kerahiman kepada sesama dan bertindak sebagi saluran untuk kemurahan Allah terhadap mereka (Kerahiman_Ilahi_-_Wikipedia_bahasa_Indonesia,_ensiklopedia_bebas[1].pdf)
Dalam buku hariannya, Faustina menulis bahwa Yesus mengkhususkan pukul 3 setiap sore sebagai waktu di mana kerahiman terbuka, dan menyuruhnya berdoa Koronka Kerahiman dan menguduskan Gambar Kerahiman Ilahi pada waktu tersebut. Pada 10 Oktober 1937, dalam buku hariannya (Buku Catatan V, hal 1320) Faustina menulis pernyataan Yesus ini: Begitu engkau mendengar jam berdentang pada pukul tiga, benamkanlah dirimu sepenuhnya ke dalam kerahiman-Ku, sembari sujud menyembah dan memuliakannya; mohonlah kemahakuasaan-Nya bagi seluruh dunia, teristimewa bagi orang-orang berdosa yang malang; sebab saat itu belas kasih dibuka lebar bagi setiap jiwa. Pukul 3 sore merupakan waktu di mana Yesus wafat di kayu salib. Waktu ini disebut “jam Kerahiman Ilahi” (Kerahiman_Ilahi__Wikipedia_bahasa_Indonesia,_ensiklopedia_bebas[1].pdf)
2. “DIKO” dalam Budaya Orang Mee
Dalam budaya Orang Mee, diko adalah tempat tidur di dalam noken yang dialasi dengan Eba -tikar yang dibuat dengan anyaman daun pandan- bagi anak kecil yang sedang disusui oleh seorang ibu. Biasanya, seorang ibu mee memiliki diko untuk menidurkan anak yang kadang rewel, menangis dan susah untuk tidur. Ketika anak dalam keadaan itu, orang lain akan mengingatkan,ibunya dengan nasihat seperti: dikouda ewi yoka budetita artinya masukanlah dalam diko supaya anak tidak menangis, atau dikouda ewi yoka uno umetita artinya masukanlah anak ke dalam diko supaya tertidur. Anak kecil itu dimasukan di dalam noken yang dialasi dengan Eba, dengan posisi tidur terlentang. Setelah anak itu sudah dalam posisi terlentang yang baik, kemudian ibunya akan meletakan noken dibelakang pinggang sambil jalan-jalan di pinggir rumah, jalan raya, sesuka ibunya sampai anak itu tidur terlelap. Dalam waktu yang tidak lama, anak tersebut akan tidur dengan lelap. Setelah ibunya mengetahui bahwa anak itu sudah tidur, ibunya akan mengantungkan Diko itu disebuah pohon atau tempat yang sudah disediakan oleh orang tuanya, yang dirasa aman.
Anak itu tidur dalam belaian kasih sayang seorang Ibu. Baginya, diko memberi rasa kenyamanan, rasa ketentraman. Tadinya menangis karena tidak aman, rewel tetapi ketika berada didalam diko seorang anak menikmati tidur yang aman dan damai. Ibunya akan merasa bahagia, tenang ketika mengetahui bahwa anaknya sudah tertidur dengan baik. Ketika anaknya tidak tidur, menangis, dan rewel, maka pekerjaan seorang ibu bisa tertunda, bahkan bisa batal. Cara yang kadangkala dipakai seorang ibu adalah menidurkan anaknya dalam diko yang sudah ada. Di dalam diko anak akan merasa tenang, juga ibunya akan merasa tenang, bahkan anggota keluarga yang lain akan merasa tenang.
Dalam hampir semua kebudayaan di Papua memiliki hal yang sama, khususnya di bagian pegunungan Papua. Diko memiliki corak dan warna yang berbeda-beda. Tergantung pilihan anyaman noken yang disukai. Ada yang dalam bentuk noken kulit kayu, ada juga noken yang dibuat dengan tali manila. Eba sebagai alasnya, juga beragam. Dahulu orang menggunakan Eba dari daun buah pandang yang dianyam sedemikian rupa seperti tikar atau kasur bagi anak. Sekarang seorang eba sebagai alasnya, bisa berupa kain, tikar buatan pabrik, kasur kecil, dll.
Diko sebagai tempat yang aman bagi seorang anak untuk tidur. Di dalam diko seorang anak merasakan kebahagiaan secara tersendiri. Seorang ibu mengetahui keinginan anaknya. Dengan kasih sayang yang begitu besar kepada anaknya, ia merawat dan membesarkan anaknya dengan baik. Hingga anaknya sudah bisa tidur tanpa diko, bisa juga ketika berat badannya tidak mampu dipikul lagi oleh sang Ibu.
3. Kerahiman Ilahi sebagai “Diko Ugatamee”
Kerahiman Ilahi dapat dimengerti sebagai diko bagi manusia. Allah yang memiliki kasih sayang seperti seorang Ibu. Allah memiliki sifat penyayang seperti seorang Ibu. Allah yang mencintai manusia maka melindungi manusia dari dari segala macam ancaman yang datang. Layaknya seorang Ibu, Allah merawat manusia dengan caranya sendiri.
Kerahiman Ilahi dan diko Ugatamee dapat dimengerti dalam beberapa hal seperti Allah yang memiliki kasih sayang (love of God), Allah yang melindungi (protect of God) dan Allah yang merawat (to be care of God).
Allah Kasih (love of God)
Allah seperti seorang Ibu yang mengasihi anaknya dalam diko. Allah adalah kasih dan sumber kasih. Rasul Yohanes dengan gambling menulis “Marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah dan setiap orang yang mengasihi Allah dan mengenal Allah. Barang siapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah sebab Allah adalah sumber kasih” (1Yoh, 4:7-8). Allah lebih dahulu mengasihi manusia dan membuktikan dalam tindakan-tindakan-Nya.
Dalam perjanjian Lama, Allah mencintai Manusia, umat Israel. Ia tidak menginginkan umat Israel untuk hidup dalam perbudakan Bangsa Mesir. Allah mengutus Nabi Musa untuk membawa Bangsa Israel keluar dari kehidupan yang tidak aman, kehidupan yang penuh penderitaan.
Dalam perjanjian Baru, Allah juga mencintai manusia, maka Ia mengutus Putra tunggalnya ke dunia untuk menyelamatkan manusia dari perbudakan dosa. “Allah begitu mengasihi dunia ini, ia memberikan putra satu-satunya, yang diperanakan agar setiap orang yang memperlihatkan iman akan Dia tidak akan dibinasakan melainkan memperoleh kehidupan kekal” (Yoh 3:16). Kasih nyata dalam diri Yesus Kristus yang diutus demi manusia. Penderitaan memikul salib, tiga kali jatuh tetapi demi kasihnya kepada manusia, Yesus menyelesaikan jalan salibnya hingga ke Bukit Golgota.
Allah melindungi manusia (Protect of God)
Layaknya seorang Ibu yang melindungi anaknya dalam diko, Allah juga turut melindungi manusia dari berbagai macam ancaman. Dalam Kitab Mazmur dikatakan, “Allah adalah perlindungan dan kekuatan kita bantuan yang sangat hadir dalam kesulitan” (Mzm 46:1). Allah tidak hanya menciptakan manusia tetapi hadir dalam dinamika kehidupan manusia. Allah turut hadir melindungi manusia dari ancaman. Dalam Pengalaman bangsa Israel, Allah turut melindungi umat Israel dari kerjaran bangsa Mesir. Allah membela laut merah melalui tongkat Musa dan menyelamatkan Bangsa Israel (Kel 14:1-17:16)
Dalam ancaman dunia yang kian mengglobal Allah hadir melindungi dan membebaskan manusia. Setiap manusia memiliki pengalamannya masing-masing, seperti bangsa Israel. Allah turut melindungi manusia, misalnya, selamat dari kecelakaan, sembuh dari sakit, dll. Ia melindungi kita siang dan malam (Mzm 121:6).
Allah turut Merawat (to be care of God)
Seorang Ibu akan merawat anaknya dengan baik. Ia akan memberi makanan, memandikan, memberi perhatian secara khusus. Dalam diko anak tumbuh dan berkembang menjadi orang dewasa dalam berpikir dan bertindak. Sama halnya dengan Allah yang merawat manusia manusia dari suatu situasi yang buruk ke situasi yang baik. Allah turut merawat Bangsa Israel. Dalam perjalanan ke Tanah kanaan, kadangkala mereka menyembah berhala tetapi Allah merawat mereka, tidak membinasakan mereka. Ketika umat Israel hampir mati karena kelaparan, Allah memberi roti dari surga (Kel 16).
Allah juga turut merawat manusia saat ini. Allah memberi manusia makan, hasil alam yang tidak kekurangan. Allah terus memperhatikan manusia dalam pikiran dan tindakan. Rasul Paulus dalam surat di Filipi “damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus” (Flp 4:7).
Dengan demikian, Kerahiman Allah sebagai diko turut memcintai, melindungi dan merawat manusia. Allah seperti seorang Ibu yang mencintai, melindungi, dan merawat anak-anak-Nya (manusia). Allah mencintai, melindungi dan merawat manusia dalam kerahiman-Nya. Di situ manusia menjadi anak-anak yang tertidur aman, tentram di dalam diko seorang Mama.
Sumber
LBI. Alkitab Deuterokanonika
www.kamusbesar.com. (diakses, 12/04/2021 pukul 22.34 WP)
file:///C:/Users/asus/AppData/Local/Microsoft/Windows/INetCache/IE/YOESVQ7X/Kerahiman_Ilahi_-_Wikipedia_bahasa_Indonesia,_ensiklopedia_bebas[1].pdf (diakses, 12/04/2021, Pukul, 23.00 WP)
https://.suarafajartimur.com/arsip/2247 (diakses, 12/04/2021, pukul 09.00 WP)
Penulis adalah Mahasiswa Toper saat ini sedang menjalani Tahun Orientasi Pastoral di Paroki Kristus Penebus Timeepa, Keuskupan Timika
Editor: Sebedeus G. Mote