Oleh: Selpius Bobii
Dikabarkan bahwa pada tanggal 14 Februari 2022 jam 17.40 WPB di Rumah Makan Horex, Sentani Jayapura, Kabinda Papua, Mayjen TNI Abdul Haris Napoleon mengalami serangan jantung dan langsung dilarikan ke RS Dian Harapan, Waena Jayapura untuk mendapatkan pertolongan pertama. Namun pada jam 18.12 WPB Mayjen TNI Abdul Haris Napoleon dinyatakan meninggal dunia oleh dokter RS Dian Harapan.
Adalah menjadi sebuah pertanyaan teka teki: “Apakah kematian KABINDA Papua Maiyen TNI Abdul Haris Napoleon S.E.,M.Si pada 14 Februari 2022 adalah kematian biasa atau luar biasa?
Kematian KABINDA Papua kali ini berbeda dengan kematian KABINDA Papua, Putu Danny. KABINDA Papua tahun kemarin yang gugur di Kabupaten Puncak. Saat itu, “Kepala BIN Daerah (Kabinda) Papua Brigjen TNI I Gusti Putu Danny Karya Nugraha Karya gugur setelah terlibat kontak tembak dengan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Kampung Dambet, Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Minggu (25/4/2021), sekitar 15.50 WIT. Ia terlibat dalam tembak-menembak saat dihadang KKB. Penghadangan ini terjadi ketika iring-iringan Satgas BIN dan Satgas TNI-Polri tengah melakukan perjalanan menuju Kampung Dambet. Di tengah perjalanan, tiba-tiba KKB melakukan penghadangan dan kontak tembak keduanya tak terelakan. Kabinda yang terlibat dalam aksi tembak-menembak pun gugur,” demikian berita Kompas Jakarta. Com.
Dua KABINDA Papua yang mati di Papua ini, yang satu mati gugur di Kabupaten Puncak dan yang satu mati gugur di Kota Jayapura. Putu Danny “mati gugur diserang” katanya oleh TPN PB”; yang satunya “mati gugur karena serangan jantung”.
Gugurnya KABINDA Papua Putu Danny penuh teka teki, karena beliau gugur di tengah iring-iringan para anak buahnya. Ketika serangan tiba tiba itu, seolah olah anak buahnya menghilang tiba tiba, sehingga ia seorang diri menghadapi serangan itu. Akhirnya ia gugur sendiri, sementara iring iringan para anak buahnya itu tidak ada yang kena cedera atau kena tembakan peluru. Ini aneh, tetapi nyata. Banyak pihak mencurigai bahwa kematian Putu Danny tidak wajar dan penuh teka teki. Tentu ada kepentingan yang hendak dicapai oleh Negara ini yaitu meningkatkan status Kombatan TPN PB dari lebel “kriminal bersenjata” menjadi “teroris bersenjata”. Setelah kematian KABINDA, memang inilah yang terjadi sehingga meningkatkan pendropan pasukan di Tanah Papua dan diikuti dengan meningkatkan operasi militer di beberapa Kabupaten di Pegunungan Tengah Papua.
Gugurnya KABINDA Papua A. H. Napoleon kali ini: “Apakah kematian biasa atau kematian luar biasa?” Pasti banyak pihak berpendapat bahwa kematian Maiyen Napoleon kali ini adalah kematian biasa, karena ia mati disebabkan karena serangan jantung, bukan karena serangan Kombatan TPN PB. Pendapat ini secara logika dapat diterima, karena kematian serupa biasa terjadi. Serangan jantung dapat terjadi kepada siapa saja, di mana saja dan kapan saja, terutama menyerang orang yang berumur dewasa atau berusia tua.
Walaupun demikian, kita perlu menilik kematian KABINDA Papua Maiyen Napoleon dengan cara pandang yang berbeda. Tanah Papua saat ini segala kekuatan NKRI diarahkan untuk mempertahankan Papua dalam bingkai NKRI, sekaligus memusnahkan etnis Papua melalui berbagai pendekatan, antara lain: melalui pemekaran propinsi, operasi militer terselubung dan nyata, dll.. Salah satu kekuatan untuk mempertahankan keutuhan NKRI adalah kekuatan BIN (Badan Intelijen Negara). Ia yang gugur dengan serangan jantung adalah kepala BIN di daerah Papua yang adalah unsur kekuatan terpenting dalam menjaga keamanan dan pertahanan negara RI, dan juga punya kontribusi besar dalam bidang kehidupan lainnya.
Di bawah kendali KABINDA Papua merancang dan memainkan berbagai skenario dalam rangkah menggenggam Papua, sambil membantai orang asli Papua melalui berbagai pendekatan langsung dan tidak langsung. Ia mengemban amanat dari pimpinan pemerintah RI untuk mempertahankan penjajahan di atas Tanah Papua bekerja-sama dengan unsur kekuatan lain. Ia gugur ketika sedang dalam mensukseskan proyek pemusnahan etnis Papua. Ia gugur bukan dalam melaksanakan misi kemanusiaan, tetapi ia gugur ketika melaksanakan misi kejahatan kemanusiaan oleh Negara RI terhadap bangsa Papua.
Karena itu, gugurnya KABINDA Papua Maiyen Napoleon bukanlah peristiwa biasa. Hukum karma menanti: jika menabur hal baik, akan menuai hal yang baik; dan sebaliknya jika menanam hal tidak baik, maka yang akan dituai tidak baik pula. Hukum karma itu bisa kena sendiri atau keturunannya. Boleh saja bisa melakukan apa saja untuk menaiki tangga agar mencapai impian, tetapi banyak orang yang tidak sadar bahwa kita sedang hidup di bumi. Di sekitar kita ada hukum alam, ada hukum karma, ada hukum adat, ada hukum agama, dan ada hukum positif oleh negara.
Apapun yang dilakukan di bawah kolong langit ini oleh anak anak manusia, dilakukan di bawah pantauan Allah. Tak ada perbuatan atau perilaku manusia yang tersembunyi, semuanya terang benderang di hadapan Allah. Ingat: kita di kelilingi oleh hukum alam, hukum karma, hukum adat, hukum agama dan hukum positif oleh Negara; Kita bisa terbebas dari salah satu hukum, tetapi hukum lain sedang menanti kita untuk mengadili semua perbuatan jahatnya.
Di depan mata kita ada korban berjatuhan dan walaupun kita tahu, tetapi kita membiarkan mereka terus bertikai, agar korban terus berjatuhan adalah kejahatan kemanusiaan. Apalagi mengorbankan manusia atas perintah sang Komandan atau dengan niat pribadi adalah kejahatan kemanusiaan. Dan Kejahatan kemanusiaan adalah perilaku yang tidak terpuji karena bertentangan dengan nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh umat manusia di dunia yang berkehendak baik. Perilaku yang tidak terpuji (jahat) adalah dosa dari sisi hukum agama.
Maka itu, melalui artikel pendek ini, saya hendak mengingatkan kepada Presiden Republik Indonesia dan para petinggi NKRI bahwa dengan kematian KABINDA Papua kali ini, Negara Indonesia lebih baik meninjau kembali segala macam skenario menghancurkan yang sudah dan sedang diterapkan di Tanah Papua untuk menguasai tanah air Papua dan memusnahkan etnis Papua. Hentikan pendekatan militeristik dan monopoli kekuasaan, diganti dengan pendekatan humanistik dan dialogis, yaitu “perundingan damai antara dua bangsa dan dua negara yang setara (Indonesia dan Papua), yang difasilitasi oleh pihak ketiga yang netral”. Karena, pendekatan militeristik dan monopoli kekuasaan dalam berbagai bidang kehidupan, hanyalah melahirkan kekerasan demi kekerasan, yang ujung-ujungnya mengorbankan ke dua belah pihak, terutama orang asli Papua yang menjadi minoritas, tersisih, termiskin, dan semakin musnah di atas Tanah leluhurnya.
)* Penulis Adalah Koordinator Jaringan Doa Rekonsiliasi Untuk Pemulihan Papua.