JAYAPURA-SUARA FAJAR TIMUR. COM. Memperingati hari HAM Se-dunia tahun 2020, Badan Eksekutif Mahasiswa (Biro KKRS) STFT FAJAR TIMUR ABEPURA-PAPUA kerjasama dengan SKPKC Fransiskan -Papua dan komunitas Papuan Voice kembali melakukan kegiatan dalam rangka memperingati hari HAM sedunia berupa Nonton film bersama, diskusi dan jumpa pers yang berlangsung di Aula St. Yosef Seminari Tinggi Interdiosesan Yerusalem Baru pada (Kamis, 10/12/2020) pukul 10:00 sampai selesai.
Dalam film yang ditonton dan diskusi yang menarik, memberikan gambaran tentang situasi hidup manusia yang tidak lagi menikmati hidup selayaknya kehidupan di dunia lain (harga harus dibayar dengan nyawa) dalam semua aspek kehidupan.
Abdon Bisei selaku (Dosen) dan pemateri dalam diskusi ini mengantarkan para mahasiswa melalui buku karya Peter L. Berger, 1974 yang diberi judul Piramids of Sacrifece. Dengan anak judul Political Ethics and Social Change. 1982, LP3ES, menerbitkan dalam bahasa Indonesia dengan judul Piramida Kurban Manusia. Etika Politik dan Perubahan Sosial.
Menurutnya, Buku ini mengandaikan nilai etis tertentu dalam pembangunan. Dibutuhkan suatu etika politik di tengah gencarnya derap pembangunan di dalam Negara-negara yang berkembang.
Oleh karena itu dalam pembacaan saya, nilai-nilai etis itu tidak hanya berlaku pada 40 tahun yang lalu, tetapi juga masih sangat relevan untuk kita saat ini di bumi Cenderawasih, di mana digencarkan pembangunan kesejahteraan oleh para penentu kebijakan pada satu sisi dan pada kutub yang lain, terlantarnya rakyat atas nama pembangunan kesejahteraan. Berger berbicara mengenai dua kutub yakni kapitalisme dan sosialisme.
Pemahaman Berger ini juga berlaku untuk kita semua adalah berpihak kepada manusia yang lemah, miskin, tersingkir dan tertindas. Singkatnya berpihak kepada korban. Slogan pembangunan telah melahirkan korban, yang harganya dibayar oleh rakyat. Berger menamakan itu human costs, harga yang harus dibayar oleh rakyat.
Dalam kesempatan diskusi tersebut, 25 tesis Berger yang sangat kontekstual dengan Papua Masa Kini yakni:
1. Papua dewasa ini terbagi dalam kubu-kubu idiologi. Dengan penuh kepastian, para penganut masing-masing memberitahukan kepada kita di mana kita berada dan apa yang harus kita lakukan. Sebaiknya kita tidak usah mempercayai satupun diantara kubu-kubu itu (bdk tesis 1)
2. Model-model idiologis yang utama mengenai perubahan sosial di Papua didasari oleh dua mitos yang dominan yakni NKRI harga mati dengan pembangunan kesejahterannya (ekonomi) dan Papua Merdeka harga mati dengan perjuangan politik. Kedua mitos ini harus dibongkar kepalsuannya. (bdk tesis 2)
3. Pembongkaran mitos ini bukanlah tujuan. Tetapi merintis kemungkinan-kemungkinan baru bagi pemahaman dan pembuatan regulasi baru agar menjembatani dua mitos tersebut. (bdk tesis 3)
4. Pembangunan kesejahteraan di Papua membebankan biaya-biaya manusiawi yang tinggi dan terlalu mahal (pengusian, kelaparan, kemiskinan, kekerasan, pembunuhan, kerusakan lingkungan hidup) dengan tekanan pada produktivitas dan keuntungan finansial tetapi minim keuntungan yang diterima oleh rakyat. (bdk tesis 4-7)
5. Perjuangan politik Papua Merdeka juga membebankan biaya-biaya manusiwai yang tinggi dan terlalu mahal (ketidaknyamanan, adanya Conflict of psycology, kehilangan orientasi) diperhadapkan dengan kesadaran jati diri dan tuntutan real (bdk tesis 8,9)
6. Slogan yang dimiliki dua kubu adalah palsu, karena diambil oleh politisi-politisi dan cendekiawan yang memiliki klik-klik tertentu, dirumuskan berdasarkan kecerdasan mereka untuk memobilisasi rakyat, sementara regulasi atau keputusan yang dihasilkan dengan pengtahuan yang tidak memadai mengakibatkan harga yang mahal yang harus dibayar oleh rakyat (bdk tesis 12,16,17)
7. Rakyat Papua yang berdampak atas keputusan hendaknya memiliki kesempatan utk berpartisi-pasi dalam merumuskan regulasi dan mendefenisikan realitas sosial mereka (bdk tesis 15)
8. Kita membutuhkan suatu metode baru untuk menghadapi masalah hidup bersama. Sebuah etika bersama untuk membangun perdamaian permanent di tanah Papua (bdk tesis 25). Kiranya tesis-tesis yang didaur ulang dari Berger ini, memicu kita untuk melihat realita dan situasi hidup kita di tanah Papua. Agar membantu pemahaman anda kedepan sebagai imam di tanah Papua ini (*).
Reporter: Fransiskus Tsolme
Editor: Erick Bitdana