Di Papua Militer Bisa Mengajar di Sekolah?

DI PAPUA MILITER BISA MENGAJAR DI SEKOLAH?
(*Oleh: Oksianus B. Uropmabin
Prolog
Apakah di Papua militer (tentara dan polisi) bisa mengajar di sekolah? Pertanyaan yang tepat diajukan sambil memberi jangkauan jawaban terhadap judul yang diangkat dari beberapa sumber. Pada dasarnya eksistensi militer tidak dapat dipisahkan dari peran serta pembangunan dengan hakekat tugasnya adalah KEAMANAN. Bila militer dalam melaksanakan dan menjunjung tinggi hakekat tugasnya, yakni ‘keamanan’ tidak sesuai dengan peraturan yang disepakati bersama (hukum), maka bisa disebut “melanggar/catat hukum”. Militer dengan hakekat tugasnya adalah keamanan itu bila dikontekskan di Papua hampir tidak realistis. Artinya militer di Papua dalam melaksanakan hakekat tugas dan fungsinya tidak hanya menjaga keamanan sebagai sebuah mandat yang dipercayakan oleh negara tetapi militer bisa bertugas rangkap. Tugas rangkap yang menjajah.
Militer dari sudut pandang arti: militer adalah tentara, anggota tentara; ketentaraan. Sedangkan militerisme adalah paham yang didasarkan pada kekuatan militer sebagai pendukung kekuasaan. Pengertihan dalam pemerintahan, di mana pemerintahan yang dikuasai oleh golongan militer, pemerintahan yang mengatur negara secara militer: dengan fungsi kontrolnya yaitu disiplin, keras dan sebagainya (KBBI). Karena itu militer merupakan ujung tombak dalam pengamanan suatu negara dan bangsa. Idealnya demikian.
Pengertian dalam konteks negara Indonesia “Tugas pokok yang di emban oleh militer adalah menegakan kedaulatan negara dan mempertahankan keutuhan wilayah negara kesatuan republik Indonesia (NKRI) dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara” (Mayjen TNI Erfi Triasunu, Cepos, 5 Oktober 2011). Dengan demikian militer sejatinya adalah alat negara yang mengedepankan keamanan dan menjaga keutuhan bangsa dan negara bukan terlibat menjadi aktor-aktor dalam bidang lain yang bukan merupakan bidangnya dalam merealisasikan tugas dan fungsi pokoknya.
Membongkar lupa luka lama: Pada pemerintahan yang otoriter seringkali militer mengambil peranan yang amat penting. Pemimpin negara yang otoriter menjadikan militer sebagai satu kekuatan yang dapat menjaga dan mempertahankan daerah kekuasaannya. Di negara Indonesia amat jelas terlihat dalam masa pemerintahan Soeharto. Pemberlakuan kebijakan di daerah kekuasaan (Orde Lama) dikala itu hingga masa reformasi (orde baru) saat ini masih terlihat besarnya animo kekuasaan militer. Kekuatan ini tidak bisa dibendung mana kala belum disikapi secara rana hukum yang berlaku di republik ini.
Sebenarnya fungsi militer dalam dunia demokrasi bisa kita pelajari dari prinsip-prinsip yang ditawarkan Dr. Dietrich Genschel: salah satu prinsip penting yang perlu mendapatkan perhatian oleh militer itu sendiri adalah, “militer dibatasi oleh tugas-tugas yang telah ditetapkan oleh konstitusi; secara reguler menjaga keamanan eksternal negara (dari serangan atau ancaman dari luar) dan menjaga pertahanan negara. Dalam kasus-kasus tertentu dengan situasi dan batasan-batasan tertentu yang digariskan secara jelas” (Kontras, 2003).
Luka lama berlanjut di Papua: Trauma masa lalu berupa pemberlakuan kebijakan Papua sebagai Daerah Operasi Militer (DOM) telah meninggalkan trauma psikologis yang mendalam. Peran serta dan fungsi militer di Papua perlu dipertanyakan, mengapa negara Indonesia yang adalah negara demokrasi namun peran serta fungsi yang dipraktekan oleh militer seringkali tidak mendapatkan posisi yang netral dan melenceng. Misalnya, “Peran sosial politik (militer) dalam dwi-fungsi ABRI menyebabkan terjadinya penyimpangan peran dan fungsi TNI dan POLRI (militer) yang berakibat tidak berkembangnya sendi-sendi demokrasi dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat (bdk. Lukas 2016 & Kontras 2013). Penyimpangan peran serta militer (tentara & polisi) di Papua tidak didasarkan pada negara demokrasi absolut sehingga yang terjadi adalah kekuasaan yang dapat meninggalkan trauma bagi rakyat Papua. Salah satu potensi berlanjutnya trauma psikologis rakyat adalah militer mengajar di sekolah.
Militer mengajar di sekolah: di seantero Papua, khususnya di pedalaman Papua banyak kali diberitakan informasi bahwa sejumlah sekolah tidak ada pengajar (guru) dan fasilitasnya; akibat dari guru dan fasilitas yang kurang/tidak ada itu militer membackup mengajar di sekolah. Keadaan ini mengajak pemerintah di suatu wilayah di Papua memberi perhatian. Sebab sejatinya pemerintah memiliki tanggung jawab penuh untuk mensejahtrakan rakyatnya. Khususnya dalam bidang Pendidikan. Bukan dibiarkan saja sehingga yang menjalankan fungsi dan tugas pemerintah yang membidangi pendidikan dijalankan oleh pihak lain (militer).
Fungsi dan tugas yang melenceng: Militer yang ditugaskan di salah satu wilayah pemerintahan perlu sadar dan tahu bahwa mereka dalam hal ini hanya melaksanakan fungsi dan tugasnya yaitu ‘keamanan’. Menjaga keamanan wilayah kekuasaan pemerintah itu. Oleh karena itu, militer tidak serta merta mengintervensi tugas dan fungsi pemerintah di wilayah yang ditugaskan. Namun, di Papua amat berbanding terbalik bahwa militer (tentara dan polisi) bisa seenaknya mengajar di sekolah. Militer tidak hanya mengajar di sekolah tetapi juga menyediakan buku dan perpustakaan. Inikah yang dibilang menjalankan tugas dan fungsi mengamankan negara?
Salah satu contoh berikut mengajak kita untuk bisa menganalisa dengan sudut pandang kita: “Perpustakaan yang digagas Brigpol La Amin dengan memanfaatkan kantor lama Kampung Naramben yang kosong ini sudah diisi dengan berbagai buku bacaan, setelah beberapa waktu lalu permohonannya dikabulkan oleh perpustakaan daerah kabupaten Kerom dengan bantuan ratusan buku bacaan berbagai jenis untuk anak-naka, pelajar dan petani (Cepos, 27 Februaro 2018). Bentuk pendekatan militer demikian perlu diapresiasi dalam membantuh sumber daya manusia (SDM) Papua. Namun perlu juga dikritisi bahwasanya apakah bentuk pendekatan militer demikian merupakan satu wujud nyata dari hakekat fungsi dan tugasnya? Masih banyak bentuk pendekatan lain yang digunakan oleh militer. Dan contoh ini merupakan salah satunya, khususnya dalam bidang pendidikan.
Dominasi militer Indonesia di sekolah di Papua merupakan wajah negara menjajah: Satu pendekatan yang digunakan oleh negara dalam mempertahankan keutuhan negaranya adalah kekuatan militer. Bentuk pendekatan demikian ditemukan di negara Indonesia. Ada beberapa wilayah di Indonesia ditakhlukan dengan bentuk pendekatan militer ini, misalnya di Aceh, Maluku dan saat ini di Papua Barat. Karena itu untuk mendapatkan kembali kedaulatan negara, salah satu pendekatan yang digunakan di Papua adalah “tentara mengajar di sekolah.” Apakah pemimpin pemerintah cerdas melihat pergerakan militer ini dan diambil kebijakan serta menerapkan sistem pemerintahan yang mengatur fungsi dan tugas dari masing-masing instansi yang ada pada pemerintahannya. Kalau belum maka perlu disikapi dan diterapkannya aturan yang memungkinkan fungsi dan tugas dari masing-masing instansi itu berlaku.
Epilog
Di Papua militer bisa mengajar di sekolah. judul ini diangkat untuk secara cermat melihat hakekat fungsi dan tugas militer. Sejatinya fungsi dan tugas militer adalah menjaga keutuhan dan keamanan negara. Namun seringkali negara yang otoriter menggerakan kekuatan militer sebagai salah satu kekuatan dalam pemerintahaannya. Di Papua militer mengajar di sekolah merupakan satu sumbangsi untuk mengembangkan sumber daya manusia. Namun di sisi lain bentuk pendekatan ini juga hanya meninggalkan trauma psikologis bagi rakyat Papua. Selain itu bentuk pendekatan ini juga memperlihatkan wajah negara yang saat ini sedang menjajah Papua. Lantas pantaskah militer mengajar di sekolah?
 

Penulis adalah Mahasiswa Pasca Sarjana di STFT Fajar Timur Abepura-Papua
Editor: Erick Bitdana

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *