Deklarasi Gerakan “Tungku Api” di Mapia, Kenapa? (3/3) (Refleksi atas Gerakan “Gerakan Tungku Api” di Keuskupan Timika)

 

 

G20 Bali, Secara resmi, G20 dinamakan The Group of Twenty (G20) Finance Ministers and Central Bank Governors atau Kelompok Dua puluh Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral.

G20 merupakan forum internasional yang fokus pada koordinasi kebijakan di bidang ekonomi dan pembangunan. G20 merepresentasikan kekuatan ekonomi dan politik dunia.

Dahaga, haus dan kelaparan ekonomi global pasca Pandemik Covid-19 menjadi latarbelakang dilakukannya pertemuan para iblis ekologis dan humanis ini. Target Indonesia ada beberapa:

Pertama, melunasi hutang luar negeri bangsa yang sudah meroket berkisar 12.000 ribu triliun lebih. Tentu ini bukan angka yang kecil. Indonesia terancam tercampur dalam komplotan negara gagal di tahun 2023 mendatang pada “pandemik” resesi ekonomi. Indonesia terancam menyusul Negara Sri Lanka dan beberapa negara yang sudah gagal itu.

Kedua, guna melunasi Hutang Luar Negeri, maka Papua dan Kalimantan akan menjadi “tumbal” kepentingan ekonomi-politik Indonesia. Papua dan Kalimantan akan menjadi komoditas empuk yang akan dikomersialkan oleh pemerintah Indonesia.

Ketiga, Untuk mengalihkan Isu dan provokasi opini, wacana, dan konsentrasi rakyat Papua dan Kalimantan, maka negara memainkan Dialog Nasional versi Komnas HAM RI, isu Perpanjangan Otsus Jilid II, DOB/Pemekaran, Pejabat Sementara Gubernur, dan rentetan kasus; Mutilasi, Penganiayaan Mappi, Kasus Korupsi beberapa elit Papua (LE, EO, RHP dll), Kasus Dogiyai. Sementara untuk rakyat Kalimantan mereka dipusingkan dengan isu perpindahan Ibu Kota Negara.

Keempat, Ada dua Sumber Daya Alam di Papua yang akan dipasarkan oleh NKRI pada KTTG20 ini, yakni Migas (Minyak dan Gas); Kepala Sawit, Karet, Coklat, Kopi, dan Pariwisata. Ada juga Tambang; Emas, Berlian, Torium, Titanium, Uranium, Cobalt, Timah Besi, Tembaga, Batubara, Nikel, dan lainnya. Komoditas unggulan negara adalah Minyak Kelapa Sawit, Uranium dan Cobalt.

Keenam, singkatnya KTTG20 akan menjadi momentum bagi Indonesia untuk mempresentasikan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2024 (RPJM 2024) dan di dalamnya Papua dan Kalimantan akan menjadi komoditas unggulan Indonesia untuk menjual kedua pulau tersebut ke para kapital dan feodal global.

Teruntuk di Papua, tanah dan manusia Simapitowa akan menjadi santapan empuk atau gadis cantik, manis, perawan, menawan dan mempesona yang akan diperjualbelikan oleh Indonesia kepada “laki-laki buaya darat bermata belang” yang adalah para kapital, kolonial, feodal dan liberal post-moderen.

Pemerintah Indonesia dalam Rencanan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) memasukan Papua sebagai prioritas utama dan menargetkan terselesaikannya komponen utama pendukung Smelter dan Sumur Bor di Papua.

Sebagaimana memperkuat rencana ini, maka presiden republik Indonesia, Ir. Joko Widodo telah menerbitkan Intruksi Presiden / Inpres/ nomor 9 tahun 2020 tentang percepatan pembangunan provinsi Papua dan Papua Barat. Ada dua program utama, yaitu Papua Integrated Food dan pembangunan insfrastruktur. Inpres ini melibatkan 23 lembaga Negara.

Apa Solusinya?

Untuk bisa keluar dari cengkeraman kapitalisme dan imperialisme modern ini maka ada beberapa hal penting yang hemat penulis penting menjadi perhatian seluruh bangsa Papua, khususnya orang Simapitowa:

Pertama, Gerakan Tungku Api (Odah-Owadaa) itu dihabituskan dalam habitat hidup keseharian. Bahwa orang Simapitowa tidak menjual atau membeli senjengal tanah pun.

Kedua, perlu ada Peraturan Daerah Khusus untuk menjadikan Papua, Simapitowa sebagai Tanah Adat. Sebab kemungkinan Omnis Buslaw yang sedang diredam ini suatu saat akan digelorakan kembali oleh para pejabat di daerah-daerah, terlebih daerah otonomi baru, sehingga tanah masyarakat pribumi sepenuhnya menjadi tanah negara dan dipergunakan demi keuntungan negara.

Ketiga, sebagai penerus tugas, Administrator Keuskupan Timika, diharapkan untuk meneruskan semangat Gerakan Tungku Api yang sudah diwariskan oleh Mediang Uskup John dengan terus memproteksi dan sterilisasi daerah-daerah pontensial eksploitasi sumber daya alam, terutama Simapitowa yang eksistensi manusia dan tanahnya terancam punah lantaran Otsus Jilid II, DOB, dan G20.

Keempat, mahasiswa dan rakyat Papua di Simapitowa, khususnya kaum intelektualnya untuk saling bahu-membahu untuk mematok semua pekarangan tanah, hutan, dan air adat, singkatnya basis zona ekologi masyarakat adat. Perlu ada kongres atau musyawarah besar masyarakat adat Simapitowa untuk merefleksikan Gerakan Tungku Api (Odha-Owadaa) secara massal, universal, komunal dan komprehensif.

Kelima, Mapia adalah masa depan Papua, jantung kebenaran bangsa dan tanah Papua terletak di “AKAR, BATANG, CABANG, RANTING, DAHAN dan DAUN MAPIHA”, jangan sampai “Pohon Kebenaran Bangsa Papua” itu berhasil ditemukan oleh Iblis dan ditumbangkan dengan kuasa, nafsu dan hasrat gelapnya. Pohon itu harus dijaga, dilindungi, dan dilestarikan demi masa depan bangsa dan tanah Papua yang lebih damai, suci dan merdeka. Orang Simapitowa dipanggil secara mendesak oleh dunia global, Papua dan dirinya sendiri untuk tampil sebagai “Gaiyaibi dan Auki Tekege Yang Baru”.

Penulis Adalah Siorus Degei Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat-Teologi “Fajar Timur” Abepura-Papua.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *