Sejak tahun 1950 misi Katolik di Merauke sudah membuka kampung-kampung di berbagai tempat dan ada usaha untuk meninjau kembali daerah-daerah lain yang belum dibuka, terlebih khusus daerah sekitar Kepi. Dalam kaitan dengan hal di atas ini maka, dalam bulan Oktober 1951 Pater Boelaars, MSC ditugas di Kepi. Di Kepi ia terus bekerja menyelidiki adat istiadat suku Yaqhai. Pada tahun berikutnya Pater Boelaars, MSC berhasil menulis buku dengan judul “Nieuw Guinea, Uw Mensen Zijn Wenderbaar”. Ia bekerja di Kepi sampai pada tahun 1956, ia akhirnya menggambil cuti ke Belanda. Waktu cuti inilah ia berhasil sekali lagi untuk menulis salah satu buku yang berbicara secara khusus tentang adat istiadat wilayah Mappi, buku tersebut berjudul “Papua’s Ann de Mappi”.
Sementara itu di Kepi dibuka pusat pertanian untuk rakyat. Di semua kampung di Mappi dan Digul dianjurkan supaya membuka kebun kelapa. Di kemudian hari melalui misi Katolik dibagikanlah bibit-bibit coklat untuk ditanam. Tetapi percobaan ini tidak berhasil. Sehingga, dimulai lagi dengan tanaman karet, hal tersebut nyata berhasil hingga saat ini dan pada saat yang sama, hampir semua masyarakat mempunyai kebun karet.
Pater Vriens, MSC pada tahun 1951 mulai berkarya di daerah suku Auyu. Sementara itu, Mgr. Tillemans, MSC di Merauke telah menderikan Konggregasi Suster, Konggregasi bermaksud mendidik biarawati pribumi (Papua, Kei dan Tanimbar) untuk berkarya di wilayah Merauke. Konggregasi itu diberi nama “Konggregasi Suster Pengabdi Kristus”. Pada awalnya Konggregasi ini berjumlah 20 orang. Suster-suster dari Konggregasi mengajar di SD Midiptana, Tanah Merah dan Merauke.
Pada tahun 1952 datang misionaris baru yang siap berkarya. Ia dalah Pater Lommertzen, MSC. Setibanya di Papua, ia ditugaskan sebagai pastor di Arare. Pada tahun yang sama, Pater Zegward, MSC dipindahkan ke Asmat, di mana ia bekerja di antara suku Asmat sampai pada tahun 1955. Pada tahun yang sama, yakni tahun 1952 Pater Sneekes, MSC bekarya di antara suku Muyu. Pada tahun 1953 datang dua tenaga baru untuk berkarya di Merauke. Mereka itu ialah Pater Huiskamp, MSC dan Pater A. van de Wouw, MSC yang tiba di Merauke pada tanggal 07 Januari 1953. Pater Huiskamp bertugas sebagai pastor di Mindiptana dan Pater Wouw bertugas sebagai pastor di Primapun. Di tahun – tahun berikutnya, masih juga datang para misionaris baru yang siap berkarya (baik itu awam maupun biarawan-biarawati).
Perlu diakui walaupun hampir setiap tahun datanglah tenaga-tenaga baru yang siap berkarya, namun misi Katolik sebenarnya masih kekurangan tenaga. Hal ini terlihat ketika MSC menyerahkan misi di daerah Mimika kepada para saudara Dina (Fransiskan/OFM). Sampai pada tahap inilah para misionaris dalam menyabarkan misi Kabar Baik kepada sesama, tidaklah sia-sia. Kerena pada kenyataannya misi berkambang secara baik.
Pada bulan Mei 1953, datanglah di Papua seorang misionaris veteran, ia adalah Pater Damman. Pater ini sejak tahun 1930 sampai tahun 1953 berkarya di Wonosobo – Purwokerto. Kedatangan di Papua untuk bertugas sebagai sekertaris Mgr. Tillemans dan selain tugas ini, ia juga ditugaskan sebagai rektor seminari menengah di Merauke. Pada tahun yang sama, datanglah juga Br. van de Berg dan Pater Nuy yang siap membantu karya misi di wilayah vikariat Merauke. Empat bulan kemudian datanglah Pater Gueskens yang akan ditugaskan sebagai pastor di tanah merah.
Meskipun setiap tahun di Vikariat Merauke datanglah para misionaris baru, namun sebenarnya misi masi kekurangan tenaga. Sehingga tak mengherankan bahwa beberapa wilayah misi diserahkan kepada ordo atau konggregasi lain. Contohnya seperti daerah Mimika yang akhirnya diberikan kepada Fransiskan (OFM). Pada saat yang sama, datanglah beberapa tenaga baru yang sia berkarya di wilayah vikariat Merauke. Mereka itu ialah: Br. Fleskens yang datang pada Februari 1956, kemudian bulan Oktober datanglah juga Pater J. Duivenvoorde, Pater Hub von Pey dan Pater H. Weytens.
Kedatang para misionaris sangat membantu dan memperkuat misi. Maka pada saat itu juga, stasi Kepi diperkuat dengan tenaga baru. Dia adalah Pater Kemper dan Pater Hendrikus. Selain dua imam ini, ada juga seorang Bruder yang akan bertugas di Kepi sebagai bapa pertanian. Ia adalah Br. Abswoude, yang pada tahun 1957 ditempatkan di Merauke dan kemudia akan ke Okaba.
Boleh dikatan pada saat itu, aktivitas misi Katolik di Vikariat Merauke sangatlah maju. Pada tahun 1957 tercatat di Vikariat Merauke ada 159 guru Agama yang memberi pelajaran sekolah dan pelajaran Agama kepada 6314 anak didik. Tahun berikutnya, yakni pada 1958 datanglah seorang imam Projo dari Belanda yang siap membantu misi di Merauke. Ia adalah Pastor de Graauw. Ia datang bersama misionaris baru, mereka itu adalah para Anggota Ordo Salib Suci (OSC). Mereka akan ditugas di wilayah Asmat.
Kedatangan tenaga misionaris baru yang siap berkarya di wilayah Merauke, rata-rata orang dari luar (berkebangsaan Asing). Maka, pada saat itu, mulai dipikirkan untuk memberi peluang mendidik putra – putri asli Papua untuk ikut serta dalam pekerjaan kerasulan. Selama perang dunia II, misi berusaha agar putra dan putri asli Papua dididik menjadi guru sekolah atau menjadi guru agama. Maka, tidak mengherankan pada tahun 1951, Mgr. Tillemans mendirikan Konggregasi Suster, dimana putri-putri Papua yang karena panggilan Tuhan dapat dididik menjadi biarawati. Kemudia pada tahun 1956 di Merauke dibuka Seminari Menengah, dimana putra-putra Papua yang ingin menjadi imam dapat dididik di situ. Pada waktu itu usaha ini boleh dikatakan cukup berhasil, di mana lahirlah sejumlah besar guru asli Papua dan jumlah suster kira – kira 20 orang.
Penjelasan mengenai sejarah misi katolik di Merauke mulai tahun 1950 sampai pada 01 Mei 1963 mencapai peningkatan yang baik. Bila dilihat dari data pada saat itu, pada tahun 1961 Midiptana sudah mempunyai sekolah guru desa. Pada tahun yang sama, di Vikariat Merauke datanglah tenaga baru, mereka adalah Frater – Frater Konggregasi Bunda Hati Kudus. Konggregasi ini berkarya di dunia pendidikan calon guru. Padatahun 1962 di Waropko sudah mempunyai pastor sendiri. Daerah Muyu hampir 100% beragama Katolik. Dari orang Muyu ini lahir 60 guru baru yang siap bekerja pada saat itu.
Singkat cerita, menurut data statistik 30 Juni 1962 di Vikariat Merauke mempunyai, 46 orang Imam, 37 orang Bruder. Untuk para suster di bagi dalam dua bagia. Suster dadi luar Negeri berjumlah 35 orang dan suster orang asli berjumlah 20 orang. Data umat Katolik di wilayah Vikariat Merauke berjumalag 60.620 Jiwa. Dan jumlah guru agama ialah 190 orang.
Sdr. Vredigando Engelberto Namsa, OFM
Biarawan Fransiskan Provinsi Fransiskus Duta Damai Papua
Sumber :
- Verschueren, MSC, “Om een andere Wereld”, BKI, 1957.
- Keuskupan Agung Merauke, “Sejarah Gereja Katolik di Irian Selatan”, Merauke; 1995
- Ikhisar Kronologis Gereja Katolik Irian Barat Jilid II
- Karel Steenbrink, Orang-orang katolik di Indonesia, Sebuah Profil Sejarah, Maumere; Ledalero 2006.
- Yan Boelaars, MSC, “South Western Irian – Missionary Activities, 1905-1966.