Cerita Singkat Kehadiran Misi Fransiskan (OFM) dan Agustinian (OSA) di Papua

Sdr. Vredigando Engelberto Namsa, OFM

Alumnus STFT Fajar Timur


Cerita mengenai misi para Fransiskan daerah yang waktu itu bernama Nederlands Nieuw Guinea, dimulai dengan adanya sepucuk surat pendek yang ditulis oleh Provinsial Misionaris Hati Kudus (MSC), Pater Nico Verhoeven, MSC, pada tanggal 23 November 1935 kepada Pater Paulus Stein, OFM, Kustos Fransiskan Belanda.
Isi surat itu kurang lebih berbunyi: Mgr. Aerts, MSC, Vikaris Apostolik dari Nederlands Nieuw Guinea, mengusulkan kepada kami supaya mencari sebuah Ordo atau Kongregasi yang bersedia mengambil ahli sebagian dari Vikariat yang sangat luas dan sebagiannya belum digarap (bdk. Jan Slot, “Fransiskan Masuk Papua Jilid I”, Jayapura: Kustodi Fransiskus Duta Damai Papua, 2012, hal. 3).
Secara jujur dapat dikatakan bahwa Fransiskan (OFM) tidaklah begitu kenal dengan daerah yang ditawarkan itu, tetapi itupun tidak aneh. Perlu diakui bahwa usaha-usaha pembicaraan antara pihak MSC dan OFM di Belanda tidak membawa hasil yang memuaskan. Masalah yang cukup berat ialah masalah keuangan Ordo, pada waktu itu situasi Belanda cukup mempengaruhi pendapatan Ordo dalam hal keuangan. Selain itu, Fransiskan Belanda juga mempunyai daerah misi di tempat lain. Tempat-tempat itu antara lain Cina, Brasilia dan Norwegia. Tempat misi ini membutuhkan biaya hidup yang cukup tinggi. Apalagi ditambah dengan daerah misi baru yakni Nederlands Nieuw Guinea.
Dengan perbicangan yang begitu lama, baik antara pihak OFM Belanda, pihak MSC Belanda dan Propaganda Fidei (Roma). Akhirnya pada tanggal 28 September 1936, Prefek Propaganda Fidei menyerahkan misi baru ini kepada Fransiskan dan atas kesepakan bersama antara MSC dan OFM yang kemudian hari menjadi misi yang mandiri dari Fransiskan.
Dua hal penting yang masih harus dilakukan, yaitu harus diadakan kesepakan antara Vikaris Apostolik Nederlands Nieuw Guinea dan Provinsi Ordo Fratrum Minorum (OFM) Belanda. Selain itu masih harus diselenggarakan pengutusan dan perpisahan secara gerejani. Kesepakan itu ditandatangani pada 22 Desember 1936 di Tilburg oleh Minister Provinsial Belanda, Pater Honoratus Caminada, OFM dan Superior Provinsi MSC Belanda Pater Nico Verhoeven, MSC. Pater Nico Verhoeven, MSC menandatangani kesepakatan tersebut atas nama Vikaris Apostolik Nederlands Nieuw Guinea Mgr. Aerts, MSC. Di dalamnya dijelaskan pertama-tama tentang daerah misi yang akan diberikan kepada Fransiskan (bdk. Jan Slot, “Fransiskan Masuk Papua Jilid I”, Red, hal. 12-13).
Perpisahan secara gerejawi para misionaris pertama Fransiskan dilangsungkan pada tanggal 29 Desember 1936 di gereja Hartenbrug Leiden. Peristiwa ini merupakan sebuah peristiwa bersejarah dalam pembukaan misi baru di Papua. Perayaan ini dilakukan secara meriah dan disiarkan oleh salah satu radio di Belanda (KRO). Hampir seluruh anggota OFM Belanda hadir dalam peristiwa ini. Di saat yang sama, Pater Provinsial menyerahkan salib misi kepada saudara-saudara yang akan menjadi misionaris di Papua. Setalah perayaan Ekaristi selesai, perpisahan pun terjadi karena keenam misionaris Papua itu langsung berangkat ke Genua dengan kereta api. Sesampai di Genua mereka akan menggunakan Kapal laut menuju Papua.
Keenam Misionaris OFM dari Belanda yang ditugaskan di tanah Misi Nieuw – Guinea (sekarang dikenal dengan “Papua”) berangkat dari Belanda pada tanggal 29 Desember 1936. Para saudara ini terdiri dari lima orang pastor dan satu orang Bruder. Pada tanggal 29 Januari 1937, keenam Misionaris ini tiba di Batavia (sekarang Jakarta). Perkenalan mereka dengan dunia Hindia – Belanda sangat menakjubkan mereka.
Tulis Sdr. Van Egmon : “semuanya menakjubkan, kota, alam, cara hidup orang-orang setempat, sebagaimana saudara-saudara bertingkah laku, singkatnya semuanya itu bagi kami merupakan dunia baru. Waktu di Belanda, sesungguhnya kami tidak mengetahui sedikit pun tentang dunia dengan iklim tropis”.
Sebelum ke Papua, perjalanan mereka melalui Makassar dan Ambon, dengan tujuan Tual-Langgur di Kei Kecil (tempat ini adalah pusat Misi Katolik untuk Nieuw Guinea dan Pusat para biarawan Missionarii Sacratissimi Cordis” dikenal dengan MSC. Mereka diterima sangat hangat dan ramah di Tual-Langgur. Dari Tual mereka menyebar. Sdr. Van Egmond dan Sdr. Vugts pergi ke Ternate (Maluku Utara), yang pada awalnya Ternate menjadi pusat misi yang baru bagi OFM. Sdr. Moors dan Sdr. Vendrig ditentukan ke Manokwari (Papua Barat). Sedangkan Sdr. Louter dan Sdr. Tettero berangkat ke Kaimana (Papua Barat). Pada tanggal 18 Maret 1937, mereka untuk pertama kalinya menginjakan kaki di Nieuw Guinea. Dari Kaimana (Papua Barat), Sdr. Louter dan Sdr. Tettero ke Fak-Fak (Papua Barat), tepatnya di desa Gewerpe.
Setelah Fransiskan berkarya begitu lama di Papua. Masih begitu besar medan pastoral yang membutuhkan tenaga baru untuk mengurus wilayah pelayanan yang begitu besar. Maka, Fransiskan memintah bantuan dari Ordo Santo Agustinus di Belanda. Dengan pembicaraan yang begitu singkat antara pihak OFM dan OSA akhirnya pada akhir tahun 1 Januari 1953 datanglah dua orang Agustinian untuk membantu para Fransiskan. Mereka berdua itu ialah Pater Alex Snelting, OSA dan Pater Malachias van Diepen, OSA. Kehadiran mereka ini disatu sisi untuk membantu Fransiskan, namun disisi lain untuk meneliti kemungkinan untuk membuka misi baru dari OSA itu sendiri.
Setibanya di Hollandia (sekarang Jayapura). Pater Alex  terus ke Sorong dan Pater van Diepen tinggal di Jayapura. Pater Alex di Sorong mulai mengerjakan sebuah sekolah dan asrama. Sedangkan Pater van Diepen melaksanakan reksa pastoral di wilayah  Hollandia. Beberapa kali Pater van Diepen diberi kesempatan untuk mencari wilayah pelayanan kusus untuk OSA. Tempat-tempat itu seperti Sarmi dan pedalamannya, di sungai Mamberamo, di Waris dan Arso dan juga wilayah Mimika.
Pada tahun 1954 datanglah Pater Cor van Baarsen, OSA dan Pater Hubertus van Beurden, OSA. Mereka dipercayakan untuk melayani wilayah Waris dan Arso. Pada tahun 1956 datanglah Pater Hans Hulshoff, OSA dan Pater Ben Noords, OSA.
 
Pada Kapitel OSA di Belanda Diputuskan bahwa misi baru Papua diterima dan diputuskan wilayah misi itu ialah derah Kepala Burung (vogelkoop). Hal ini kemudian dibereskan antara provinsial OSA  dan superior OFM pada tahun 1955. Mulai saat itu OSA dipusatkan karya misinya di Kepala Burung Papua. Pada waktu penyerahan misi baru ke pada OSA, Fak-Fak dan Kaimana tidak termasuk dalam daerah baru yang diberikan kepada OSA. Fak- Fak baru diserahkan pada 1962. Kaimana sebagai bagian terakhir dari penyerahan itu. Kaimana baru diserahkan pada 1978.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *