Perubahan Wajah Gereja Katolik Papua: DARI PASTOR AWAM MELANESIA KE KLERUS IMPOR

JAYAPURA- SUARA FAJAR TIMUR. COM.
Gerakan arus perubahan dalam kehidupan mengereja sedang berubah. Dari gerakan arus mobilisasi manusia melalui urbanisasi, Transmigrasi hingga marginalisasi sudah menjadi realita kehidupan menggereja di tanah Papua.
Bersamaan dengan itu kehidupan menggereja di Papua mendapat tantangan baru. Terdapat perubahan-perubahan dari paradigma baru sejak model gereja “We are the Church” ke gereja bercorak Papua. Dari Pastor awam Melanesia ke Klerus Impor, dari persiapan kader Papua ke elit dominan impor, dari keadilan, perdamaian dan pelurusan sejarah ke dialog harmoni antar suku dan agama. Sehingga mengakibatkan pergeseran nilai dari Tradisional ke modern, dari mental politik ke individualistik, dari struktur masyarakat homogen ke struktur masyarakat yang heterogen dengan golongan sosial baru yaitu golongan gelandang, menengah dan golongan atas. Hal ini dikatakan Pit Maturbongs mewakili para Katekis Maluku yang memiliki keprihatinan besar terhadap kehidupan menggereja di tanah Papua.
Menurutnya, terjadi imigrasi, urbanisasi dan marginalisasi menimbulkan situasi membuat kaum awam katolik mencari dan menemukan rasa yang lebih aman sebagai tumpuan demi membangun persekutuan Umat Allah yang lebih bercorak Papua. Yaitu corak Papua yang berdasar dan berciri khas karakter budaya Papua. Semua harapan ini demi membangun persekutuan Umat Allah dengan Alam Semesta sebagai dasar kehidupan sehari-hari, membangun relasi antar sesama sebagai saudara seiman baik dalam internal gereja maupun pemerintah, baik yang lahir besar di Papua, pendatang maupun umat pribumi di Papua.
Perwakilan Kaum Awam Katolik Papua yang terdiri dari 5 Keuskupan di Papua yaitu Keuskupan Agung Merauke, Keuskupan Jayapura, Manokwari-Sorong, Agats dan Timika. Menyatakan sikap melalui konferensi pers dengan satu suara, satu harapan duduk bersama-sama, mewakili umat katolik di tanah Papua, baik orang katolik asli maupun saudara/i kami yang seiman dari non Papua yang lahir, besar, tinggal, hidup dan berkarya lama di tanah Papua. Juga yang memiliki kesamaan masalah, keluhan dan pergumulan hidup yang panjang yang tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari di tanah ini.
Kali ini kami mau bicara masalah kami yang disebabkan oleh sejumlah hal, termasuk yang diakibatkan dari tindakan, sikap, pernyataan, keprihatinan, kepedulian dan keberpihakan pimpinan klerus kami sendiri. Baik itu yang terjadi di luar, seperti dengan pemerintah maupun internal gereja, ungkap Petrus Supardi kaum awam katolik Papua.
Lebih lanjut, Supardi menambahkan harapannya bahwa kedepan Keuskupan Jayapura dan Timika harus orang asli Papua. Kenapa, Sebab hanya orang asli Papua yang mengenal dan mengetahui benar pergumulan, suka-duka hidup umat, Medan Pastoral dan juga secara intelektualitas sudah tidak diragukan. Beliau juga menambahkan, terkait MOu yang sudah disepakati Uskup Merauke bersama  PT. Korindo harus dicabut. Sebab sangat merugikan masyarakat asli di Jain-Merauke. Kalau soal bangun Seminari itu urusan umat bukan Perusahaan. Jadi kalau mau tetap dipertahankan Mou-nya maka segera pergi meminta izin kepada masyarakat Jain.
Menurutnya, pernyataan sikap ini adalah bagian dari mendukung Suara Kenabian dari 147 imam Katolik yang menyatakan keberpihakan mereka terhadap orang asli Papua dan suara kenabian gereja katolik di Papua, Ucapnya.
Melalui konferensi persnya, Kaum Awam Katolik Papua MENYATAKAN MOSI TIDAK PERCAYA KEPADA PARA USKUP DI TANAH PAPUA DAN KWI, MINTA GEREJANI WILAYAH PAPUA UNTUK KELUAR DARI KWI, MEMINTA USKUP BARU DI PAPUA HARUS MEMPRIORITASKAN PASTOR ASLI PAPUA; MEMINTA USKUP KEUSKUPAN AGUNG MERAUKE. PETRUS C. MANDAGI SEGERA MENCABUT MoU DENGAN PT. KORIDO MELALUI ANAK PERUSAHAANNYA, PT. TUNAS SAWA ERMA YANG MENGHILANGKAN HAK-HAK DASAR
UMAT DAN SUMBER MATA PENCAHARIAN HIDUP UMAT ALLAH DI SELATAN PAPUA.”
Konferensi pers mosi tidak percaya yang dilayangkan Kumpulan Kaum Awam Katolik Papua kepada Lima Uskup di tanah Papua dan KWI terkait misi Pewartaan dan keberpihakan gereja yang selalu jauh dari harapan umat Allah di Papua yang berlangsung di Gua Maria SANG FAJAR TIMUR Buper Waena-Papua (Senin/ 26/01/2021).

Reporter: Erick Bitdana dan Sebedeus Mote

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *